Fuad Syarif Hidayatullah
Home » » Ketika Cinta Bersemi di Lain Tempat Ngaji

Ketika Cinta Bersemi di Lain Tempat Ngaji

Minggu, 28 September 2014 | 0 komentar

“bener gak sih, kalo pondok ini tuh dari kelompok itu?”, tiba-tiba pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibirnya.

“Ah, aku kurang tertarik nanggepin perbedaan kayak gitu,, kalo umat Islam masih memperuncing hal-hal sepele karena sedikit perbedaan dalam masalah furu’ gitu aja, terus kapan umat Islam ini mau bersatu?”, jawabku.

Setelah itu aku sedikit kasih dia gambaran tentang bagaimana kondisi umat Islam sekarang yang banyak sekali terjadi perbedaan-perbedaan yang menjadikan umat Islam ini terpacah-pecah dalam berbagai kelompok atau organisasi. Yah, kita kenal yang namanya Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), gerakan Tarbiyah - Ikhwanul Muslimin (PKS), Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Salafy yang di dalamnya juga “katanya” terpecah dengan istilah-istilah seperti Salafy Jihadi, Haraki, Sururi, atau Yamani, ada juga Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT), Wahdah Islamiyah dan masih banyak sekali kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi Islam yang mereka semua memiliki ciri khas masing-masing. Aku gak akan menjelaskan tiap-tiap kelompok itu, karena aku sendiri juga masih kurang mendalami pemahaman mereka satu per satu, yah..mungkin pengetahuanku tentang beberapa kelompok itu hanya sekilas saja.

Oke, dengan sedikit gambaran di atas itu mungkin sekarang bisa lebih terbuka wawasan kita tentang banyaknya perbedaan yang tejadi dalam tubuh umat Islam ini. Ketika aku berbicara tentang kelompok-kelompok itu aku sempat beberapa kali berpikir mengenai “Nikah Beda Harakah” yang sepertinya hal ini kadang menjadi sesuatu yang menakutkan bagi sebagian para aktifis Islam dari kelompok manapun. Itu pasti, karena ketika itu benar-benar terjadi, kita akan malu sama ustadz, kawan dan komunitas kita karena kita menikahi wanita/pria yang tidak satu harakah dengan kita, sehingga muncul perasaan tidak enak, takut dijauhi oleh teman satu kajian kita karena dianggap tidak loyal.

Namun di lain sisi, kita gak bisa membohongi perasaan kita sendiri yang sudah telanjur sayang dengan si dia yang ternyata beda harakah itu. Semuanya sudah telanjur menjadi sesuatu yang susah untuk dilupakan. Dan ketika kita sudah telanjur seperti ini akan susah banget menghilangkannya. Kita harus berusaha setengah mati untuk bisa melupakan dia. Susah, sulit dan sangat melelahkan.. Betul? Yah, itulah cinta...

Begini kawan,, prinsipnya adalah ketika Akidah kita sama, yaitu Akidah yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahihah, tentu kurang bijak jika kita membatasi pernikahan hanya karena harakah, beda organisasi atau beda kelompok. Namun memang benar adanya, bahwa di antara kelompok satu dengan kelompok lain, biasanya memiliki pandangan yang berbeda dalam menyikapi suatu masalah. Jangankan dalam hidup bermasyarakat antar organisasi, ketika kita bergaul dengan sesama teman-pun, jika kita tidak benar-benar toleransi menerima perbedaan di antara teman kita, terkadang bisa timbul perselisihan yang melelahkan, itu karena suatu hal kecil yang seringkali menjadi besar atau dibesar-besarkan.

Terus pertanyaannya, “boleh gak sih kita nikah beda Harakah?”, Ini bukan pertanyaan tentang Fiqh Kontemporer, karena kita akan mendapatkan jawabannya dalam kitab-kitab Fiqh Klasik. Coba kita liat apa saja sih syarat nikah? Setauku sih, gak ada syarat satupun dalam pernikahan yang menyebutkan bahwa ketika nikah harus satu harakah.

Padahal dalam sebuah Hadis, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat kriteria, yaitu: agamanya, martabat keluarganya, hartanya, dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang ulama’ bernama Ibnu Uyainah juga pernah berkata, “Siapa saja yang menikah karena menginginkan kehormatan, maka dia akan hina. Siapa saja yang menikah karena ia mencari harta, maka dia akan menjadi miskin. Namun siapa saja yang menikah karena agamanya, maka akan Allah kumpulkan untuknya harta dan kehormatan di samping agama.”

Tuh kan, jadi emang gak ada yang mempermasalahkan tentang beda harakah atau kelompok dalam pernikahan. Inti permasalahan sebenarnya adalah pada kemampuan mereka ketika sudah menjadi suami-istri untuk bisa menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada. Bisakah mereka berdua saling toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dan bekerjasama dalam hal-hal yang sudah menjadi kesamaan? Bisakah mereka berdua menghormati sesuatu yang yang berbeda menurut pandangan pasangannya dan tidak mencoba untuk memaksakan kehendak? Dan yang terpenting adalah, sudah siapkah mereka untuk tidak menunjukkan “pertengkaran-pertengkaran” itu di depan anak-anak mereka kelak?

Jika mereka mampu, it's no problem. Bahkan ini akan bisa menjadi alternatif pemersatu umat Islam, meskipun gak segampang itu juga.. Akan tetapi jika jawabnya tidak sanggup, sebaiknya jangan diteruskan! Karena bisa dibayangkan betapa suramnya jika kehidupan rumah tangga yang mestinya harmonis, justru sering kali diwarnai dengan perdebatan antar kader kelompok yang memancing emosi. Karena keluarga adalah eleman dasar yang membangun bangunan agama Islam, maka jangan sampai bangunan ini roboh karena elemen dasar bangunan Islam ini disusun oleh batu-batu yang kurang tersusun rapi dan menyebabkan bangunan ini runtuh.

Wallahu a'lam bish-shawab..

Salam Ukhuwah
Fastabiqul_Khairat...
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Cahaya diatas Cahaya - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger