Oleh: Fuad Syarif Hidayatullah
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ
وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ
فَلاَ هَادِيَ لَهُ.
وَأَشْهَدُ أَنْ اَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Betapa besar karunia Allah Ta’ala kepada
kita semua. Betapa tidak terhingga nikmat-Nya untuk kita semua. Ada yang kita
sadari, namun lebih banyak yang luput dari kesadaran kita.
Marilah kita sejenak merenungkan betapa banyak
kedurhakaan kita kepada-Nya.
Betapa
hari demi hari yang kita jalani tidak pernah luput dari kelalaian untuk
mengingat-Nya.
Tapi dengan semua kelalaian itu, Allah Azza wa
Jalla tidak pernah lalai dan bosan untuk terus-menerus mencurahkan
nikmat-Nya kepada kita. Semua kedurhakaan kita tidak menghalangi Dia yang
Mahaperkasa untuk tetap menyelimuti kita dengan kasih sayangNya.
Dan hari ini, Dia masih mengizinkan kita untuk sekali
lagi bersujud kepada-Nya, bertakbir dan bertahlil mengagungkan nama-Nya, dan
untuk sekali lagi bertaubat kepada-Nya.
Kita tidak pernah tahu, hadirin sekalian, boleh jadi
inilah sujud terakhir kita pada-Nya di dunia ini. Inilah takbir dan tahlil
terakhir kita untukNya. Dan inilah taubat kita untuk terakhir kalinya kepada-Nya.
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd.
Kaum
muslimin rahimahukumullah!
Idul Adha akan selalu mengingatkan pada sosok
Ibrahim alaihissalam dan keluarganya. Hari ini, di saat jutaan
saudara kita kaum muslimin bergegas menyelesaikan prosesi ibadah haji yang
agung, di tanah air ini, kita duduk sejenak untuk merenungkan
pelajaran-pelajaran yang dititipkan Allah kepada kita melalui kisah monumental
Nabi Ibrahim dan keluarganya ‘alaihimussalam.
Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sungguh bagi kalian terdapat teladan yang baik dalam
(diri) Ibrahim dan orang-orang yang bersamanya…” (al-Mumtahanah:
4)
Sosok Ibrahim ‘alaihissalam adalah
teladan pengorbanan yang tulus. Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita bahwa
seorang mukmin harus sepenuhnya hidup untuk sebuah obsesi dan cita-cita yang
tinggi. Bahwa obsesi dan cita-cita seorang mukmin tidak akan pernah terhenti
hingga ia menjejakkan kakinya di dalam Surga Allah. Obsesi dan cita-cita itulah
yang membuatnya rela melakukan pengorbanan demi pengorbanan di kehidupan dunia
yang terlalu singkat ini.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengajarkan
kepada kita bahwa obsesi dan cita-cita hidup kita sepenuhnya harus selalu
diukur dengan keridhaan dan kecintaan Allah Azza wa Jalla. Apa
yang diridhai dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka itulah obsesi dan
cita-cita kita. Jika tidak, maka obsesi dan cita-cita itu harus segera kita
hapus dan buang jauh-jauh dari kehidupan kita. Karena obsesi dan cita-cita yang
tidak diridhai oleh Allah Ta’ala hanya akan membawa kehidupan
kita dalam serial malapetaka dan kehancuran yang tidak akan ada habisnya.
Maka demi obsesi dan cita-cita tertingginya akan
Surga, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam melintasi gurun sahara yang
kering, di bawah cengkraman terik matahari dan pelukan malam-malam yang dingin
menusuk tulang. Dan ia tidak sendiri dalam perjalanan itu. Istri dan bayi
mungilnya ikut serta “menikmati” perjalanan penuh obsesi itu. Obsesi akan Surga
Allah.
Bayangkanlah, hadirin sekalian, betapa tidak mudahnya
perjalanan itu! Tapi inilah caranya untuk membuktikan kepada Allah Azza
wa Jalla bahwa mereka bersungguh-sungguh akan obsesi tentang Surga
itu. Dan kita semua tentu mengetahui bahwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan
keluarga kecilnya itu tidak berhenti sampai di situ.
Pertanyaan
pentingnya untuk kita semua adalah:
Sudahkah
obsesi dan cita-cita hidup kita tujukan untuk Allah?
Jika
jawabannya adalah “iya”, maka seberapa besar sudah pengorbanan yang kita
tunjukkan kepadaNya untuk itu?
Bersyukurlah jika tahun ini kita ikut menyembelih hewan
kurban, tapi untuk obsesi sehebat Surga, tentu harus lebih dari itu!
Dalam konteks pengorbanan ini pula, maka kita teringat
kepada kisah heroik Keluarga Yasir di awal Islam, saat mereka melewati
penyiksaan demi penyiksaan atas komitmen keislaman mereka, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur mereka
dengan mengatakan:
صَبْرًا يَا آلَ يَاسِرٍ ،
فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Bersabarlah, wahai Keluarga Yasir! Karena
sesungguhnya janji pertemuan kalian adalah Surga.”
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamd!
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Hingga detik ini, negeri kita yang mayoritas muslim
ini terus-menerus menjadi panggung tempat dipentaskannya berbagai macam krisis
dan tragedi akhlak dan moral yang memilukan.
Kisah-kisah para pejabat Negara yang korupsinya tidak
pernah puas, yang didukung oleh kondisi penegakan keamanan dan keadilan yang
berat sebelah dan memihak kepentingan tertentu, telah menjadi konsumsi rutin
kita tiada henti. Pembasmian korupsi seperti lebih sering menemukan jalan
buntu, namun penangkapan dengan dalih terorisme begitu sering mengukir
prestasi.
Lalu tiba-tiba kita dikejutkan oleh seorang hakim
pengadilan negeri yang tertangkap basah dalam pesta narkoba di sebuah hotel,
yang tanpa ragu menggelontorkan uang sebesar 10 juta rupiah dalam satu malam
itu saja!
Begitulah, ternyata krisis moral dan akhlak telah melanda
orang-orang tua di negeri ini. Lalu bagaimana dengan generasi mudanya?
Menurut catatan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia) Kalimantan Timur, sepanjang tahun 2008 saja dari sekitar 300 lebih
responden yang diteliti (Pelajar SMP dan SMA), sebagian besar di antaranya
sudah sering berzina, bahkan ada yang sudah hamil.
Sekitar 14 % dari mereka melakukan perbuatan amoral
(zina) itu di lingkungan sekolah, sedangkan 28 % dari mereka melakukannya di
rumah. Sisanya, di tempat rekreasi dan di hotel-hotel.
Di Papua, terdapat sekitar ratusan pelajar yang
mengidap HIV/AIDS. Dari jumlah tadi, 60 % lebih diderita pelajar asli asal
Papua dan 40 % lagi pelajar non Papua (pendatang), sebagaimana disampaikan oleh
Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPAD) Provinsi Papua.
Dan semua itu adalah fenomena gunung es. Sedikit yang
terungkap, dan lebih banyak lagi yang tidak terungkap.
Kita juga tentu mengikuti fenomena tawuran antar
pelajar dan mahasiswa yang seringkali disebabkan oleh hal-hal remeh yang tidak
masuk di akal.
Dengan semua fenomena kebobrokan kaum muda Indonesia
itu, kita kemudian dikejutkan dengan klaim sebuah media televisi bahwa
lembaga-lembaga Rohis adik-adik kita di SMA atau para aktifis mahasiswa adalah
sarang pengkaderan teroris di sekolah dan perguruan tinggi. Stasiun televisi
itu lupa bahwa Rohis adalah benteng utama pembinaan moral anak-anak kita.
Kenyataan dan fakta ini tentu saja membuat kita
bertanya: Mengapa itu semua terjadi?
Dalam konteks perjuangan Nabi Ibrahim, kita dapat
mengatakan bahwa banyak generasi tua dan generasi muda telah kehilangan obsesi
dan cita-cita hidup yang sesungguhnya. Banyak orang berjalan dalam
obsesi-obsesi semunya.
Mereka semua mungkin tahu bahwa korupsi, berzina dan
melakukan kezhaliman itu dosa. Tapi lemahnya obsesi dan cita-cita akhirat,
membuat mereka takluk tak berdaya pada godaan dunia yang menghancurkan masa
depan akhirat mereka.
Karena obsesi semacam ini pula, banyak orang tua yang
lupa bahwa anak-anak mempunyai kebutuhan yang jauh lebih besar daripada uang
dan materi. Mereka membutuhkan belaian cinta dan bimbingan penuh kasih sayang
dari orang tua mereka.
Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd!
Kaum
muslimin yang dimuliakan Allah!
Tapi harapan menjadi lebih baik selalu ada,
sebagaimana pintu taubat Allah selalu terbuka bagi siapapun di antara kita yang
ingin berubah menjadi hamba yang lebih baik.
Sekali lagi, marilah belajar dari Nabi Ibrahim alaihissalam. Beliau
adalah teladan bagi setiap orang tua yang menyayangi anaknya. Beliau
mengajarkan kepada kita cara yang benar dalam menyayangi anak kita. Bukan
dengan memuaskan segala permintaannya, tapi dengan mendekatkan mereka kepada
Allah dengan penuh hikmah dan kelembutan.
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَحَلِيمٌ أَوَّاهٌ
مُنِيبٌ
“Sesungguhnya Ibrahim itu adalah seorang yang lembut,
pengasih dan selalu kembali (kepada Allah).” (QS. Hud:
75)
Inilah sifat dan karakter dasar yang harus dimiliki
oleh setiap orang tua: lemah lembut, pengasih dan yang tidak kalah pentingnya:
selalu kembali dan bersandar kepada Allah yang Mahakuat.
Coba renungkan doa yang dipanjatkan Ibrahim karena
kecintaannya kepada keluarga dan anak-anaknya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ
هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ
الْأَصْنَامَ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa: ‘Wahai Tuhanku,
jadikanlah negeri ini negeri yang aman dan jauhkanlah aku serta keturunanku
dari menyembah berhala…” (QS. Ibrahim: 35)
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ
ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
“Wahai Tuhanku, jadikanlah aku sebagai orang yang
menegakkan shalat, beserta keturunanku. Duhai Tuhan kami, terimalah
doaku…” (QS. Ibrahim: 40)
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Demikianlah kekhawatiran dan kegelisahan Ibrahim
terhadap keturunannya. Karena itu, seperti Nabi Ibrahim, seharusnya kita selalu
khawatir jika anak-anak kita akhirnya tidak lagi menyembah Allah dan
menghambakan diri kepada selain Allah. Seharusnya kekhawatiran anak kita tidak
shalat dan menjalankan perintah Allah lebih besar daripada saat ia kehilangan
karirnya.
Di sinilah Nabi Ibrahim alaihissalam –sekali
lagi- mengajarkan kepada kita untuk berani berkorban demi obsesi dan cita-cita
akhirat kita.
Kita harus berani mengorbankan obsesi karir dan
jabatan kita, jika itu hanya akan membuat Allah murka kepada kita.
Kita harus berani mengorbankan obsesi nafsu kita, jika
itu hanya akan membuat kita menyesal di saat penyesalan tidak akan pernah
berguna lagi di Padang Mahsyar.
Semua obsesi keduniaan itu tidak akan membuat kita
bahagia, jika pada akhirnya hanya akan menorehkan nama-nama kita dalam barisan
makhluk yang dimurkai oleh Allah Azza wa Jalla.
Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd
Hadirin
yang dimuliakan Allah!
Kepada mereka yang mendapatkan amanah untuk memimpin
dan mengatur negeri ini, mulai dari level nasional hingga level lokal…Kepada
aparatur peradilan dan keamanan…Tunaikanlah amanah mengatur negeri ini dengan
penuh rasa takut kepada Allah. Jangan pernah berlaku zhalim sedikit pun, karena
itu –kata Rasulullah- akan menjadi kegelapan yang berlapis-lapis pada hari
kiamat. Renungkanlah selalu firman Allah Ta’ala ini:
وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا
يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ
الْأَبْصَارُ
“Dan jangan pernah sekalipun engkau menyangka Allah
akan lalai dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang zhalim. Sungguh Allah
hanya mengulur mereka hingga hari di mana pandangan mata mereka
terbelalak.” (QS. Ibrahim: 42)
Kepada rekan-rekan generasi muda, jangan pernah
terlena dengan tubuh yang masih kuat, mata yang masih tajam, kulit yang mesih
kencang dan usia yang belum tua. Semua itu sama sekali bukan jaminan bahwa
perjalanan Anda, perjalan kita semua di dunia masih lama. Sebab tua dan muda
memiliki kedudukan yang sama di hadapan kematian. Gunakanlah tubuh yang kuat
dan usia muda ini untuk bekerja meraih kesuksesan dunia dan akhirat Anda.
Kepada para muslimah, akhwat yang mulia, kaum wanita
adalah pilar utama bangunan suatu masyarakat. Dan kaum wanita hanya bisa
menjadi pilar utama itu jika mereka tetap berada dalam fitrah kewanitaan mereka
sesuai yang digariskan Allah dan Rasul-Nya. Dan hari ini, Indonesia yang
tertatih-tatih ini menanti kehadiran Anda, para wanita sejati, yang membelai
dan mendidik anak-anaknya dengan cinta, yang belajar setinggi-tingginya agar
dapat menjadi ibu yang cerdas dan bijak bagi anak-anaknya, bukan untuk yang
lainnya…
Kepada para penanggung jawab dan pelaksana media
informasi, pesan kami hanya satu: tulis dan sampaikan apa saja yang ingin Anda
sampaikan, tapi ingatlah bahwa setiap kata dan ucapan itu akan Anda
pertanggungjawabkan di hadapan Allah Azza wa Jalla. Tak satu
pun kata yang tertulis atau terucapkan yang akan luput dari pengadilan Allah
kelak. Karenanya berhati-hatilah dengan pena dan ucapan Anda.
Allahu akbar, Allahu akbar, walillahilhamd
Kaum
muslimin yang berbahagia!
Belum
lama ini, dalam menyikapi kontes kecantikan atau Miss World, yang tidak
lain adalah parade kemaksiatan, ormas-ormas Islam telah bersatu untuk menolaknya,
dengan menjalankan amar ma'ruf nahi munkar. Mengapa umat Islam harus
menolak parade kemaksiatan ini? salah satunya adalah karena Allah melarang kita
membiarkan kemaksiatan terjadi, apalagi secara terang-terangan di lingkungan
kita.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا
مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja diantara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat
keras siksaan-Nya” (QS.
Al-Anfal : 25)
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menukil penjelasan
dari Ibnu Abbas dan memujinya sebagai tafsir yang sangat baik. Yakni, bahwa
Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin, janganlah mereka menyetujui
perkara yang mungkar yang terjadi di hadapan mereka. Jika mereka menyetujuinya,
maka akibatnya Allah akan menimpakan siksaan secara umum kepada mereka.
Kemungkaran ini banyak ragamnya. Berbagai pelanggaran
terhadap syariat Allah adalah kemungkaran. Beragam jenis kemaksiatan juga
merupakan kemungkaran. Perjudian adalah kemungkaran. Perzinaan adalah
kemungkaran. Mengumbar aurat adalah kemungkaran.
Maka takutlah kita, jika Allah bertanya kepada kita mengapa
kita menyetujui kemaksiatan merajalela dan kemungkaran terjadi? Dan selain
hukuman di akhirat, Allah juga mengancam adanya "fitnah" yang akan
menimpa di dunia. Fitnah dalam ayat ini oleh Ibnu Katsir dijelaskan bahwa
maksudnya adalah bencana.
Oleh karena itu, kewajiban kita adalah untuk mencegah
kemungkaran itu terjadi semampu kita. Kita juga harus menjaga diri kita,
keluarga dan orang-orang di sekitar kita, masyarakat pada umumnya, dan bangsa
kita yang kita cintai ini. Jangan sampai Allah menurunkan adzab-Nya kepada kita
atau bangsa kita ini dikarenakan kedurhakaan yang dilakukan oleh sebagian dari
kita.
Hadirin
yang berbahagia!
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar
walillahilhamd!
Akhirnya, di ujung khutbah ini, marilah kita tundukkan
hati dan jiwa serta seluruh tubuh ini kepada Allah, untuk berdoa dengan penuh
keikhlasan padanya.
الحمدُ للهِ ربِ العالمين والصلاةُ والسلامُ على رسولِه الأمين و على آلِه وأصحابِه والتابعين.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ
مُجِيْبُ الدَّعواة.
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا ,وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ ,وَلاَ
تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا ,رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ.
اَللَّهُمَّ
أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً
وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا،
وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا
وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْن.
اللَّهُمَّ
يَامُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِك, يَامُصَرِّفَ
الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا إِلَى طَاعَتِكَ.
اللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا, وَأَصْلِحْ
لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا, وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا
الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنُا, وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلّ
خَيْر, وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍ.
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
وَسَلاَمٌ عَلَى اْلمُرْسَلِيْنَ وَاْلحَمْدُ للهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ ،
وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِيْنَ .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar