Fuad Syarif Hidayatullah
Home » » Imam Al-Baghawi

Imam Al-Baghawi

Minggu, 16 Februari 2014 | 0 komentar

Nama lengkapnya adalah Al-Husain Ibnu Mas’ud Al-Farra’ Al-Baghawi. Yang dinisbatkan kepada nama desa bagha yang terletak di antara Herrat dan Marw ar-Rudz. Ia tinggal di negeri khurasan Lahir pada tahun 456 H = 1044 M.  dan wafat di Marwa pada bulan syawwal tahun 516 H = 1112 M pada usia delapan puluh tahun dan dimakamkan disebelah makam gurunya yaitu Al-Qodhi Husain Ibn Muhammad Marw Ar-Rud. Ia seorang Ulama fiqh, ulama hadits dan ulama tafsir. Ia sangat terkemuka dalam bidang hadits sehingga  mendapat gelar “Muhyi As-Sunnah” (yang menghidupkan sunnah). Ada juga yang meriwayatkan bahwa Al-Baghawi wafat pada tahun 510 H=1117 M.


Beliau dilahirkan di desa Bagha dan belajar di desa Ar-Rudz.  Ia belajar fiqih kepada Al-Qodhi Husain Ibn Muhammad Marw Ar-Rud yaitu pengarang kitab At-Ta’liqah  yang terkenal dalam bidang Fiqihnya juga dalam periwayatannya, ia adalah murid istimewanya Al-Qodhi. Ia mendengarkan riwayat  dari jalur sanad  para sahabat, seperti: Marwa Abi Umar, Abdul Wahid Ibn Ahmad Al-Maliki, Abi Hasan Ad-Dawudi, Abu Bakar Ya’qub Ibn Ahmad As-Shairafi Al-Nasaiburi wafat pada tahun 466 H, Abu Hasan Ali Ibn Yusuf Al-Juwaini yang terkenal dengan gelar syaikh al-Hijaz wafat pada tahun 463H, dan dari selain mereka periwayatan yang ia dengar ialah sebanyak 460 hadits, beliau juga meriwayatkannya secara berjama’ah.

Ia  adalah seorang imam yang mulia, pemadu antara ilmu dan amal dan dikatakan oleh As-Subki bahwasanya ia adalah seorang ulama syafi’iyyah yang wara’ dan zahid. Ia diberkahi karena kitab-kitabnya dan mendapatkan apresiasi yang luar biasa karena ketulusan niatnya. Para ulama berlomba-lomba untuk meraih prestasi sebagaimana Al-Baghawi. Ia tidak mengajar kecuali dalam keadaan bersuci, berpakaian sederhana, mempunyai pengetahuan luas tentang tafsir, fiqih, seorang syaikh, imam, ulama yang dijadikan panutan dan seorang yang hafizh.

Ia tumbuh dewasa dengan bermadzhab Syafi’i, karena ia hidup di lingkungan pengikut madzhab Syafi’i, dan menimba ilmu dengan ulama-ulama pengikutnya. Ia mempunyai peninggalan yang berharga dalam madzhab Syafi’i yaitu kitab at-Tahdzib. Dalam kitab itu ia mengarah kepada arahan orang-orang yang ahli dalam mentarjih, menguji dan mentashih, tidak fanatik terhadap madzhabnya, tidak menghantam dengan madzhab lainya, tujuanya hanya ingin sampai kepada apa yang lebih dekat dengan nash-nash dan lebih sesuai dengan dasar-dasar agama.

Asy-Syaikh Taqiuddin Al-Subki berkata: “Sedikit sekali kami melihatnya memilih sesuatu kecuali apabila ditelitinya maka ia akan menemukan yang lebih kuat dari yang lainnya, selain itu ia juga dapat mengungkapkannya dengan ringkas. Hal tersebut menunjukan bahwa ia diberikan kecerdasan yang luar biasa dan berhati-hati dalam menulis tafsir ini.”

Karya-karya Imam Al-Baghawi

Ia adalah seorang yang telah menghimpun Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Sunnah dan Fiqih. Semangat keilmuannya yang besar ini sungguh telah menghasilkan sejumlah karangan yang berharga, diantaranya:
1) Kitab kumpulan fatwa yang dihimpunkannya dari fatwa-fatwa gurunya Abi Ali Al-Husain Ibn Muhammad Al-Marwazi.
2) Kitab At-Tahdzib yang membahas tentang Fiqih Imam Sya-fi’i. Kitab ini adalah karangan yang bebas, telah dikoreksi, dan biasanya telah memuat dalil-dalilnya.
3) Kitab Syarh As-Sunnah.
4) Kitab Ma’alim At-Tanzil, yaitu kitab Tafsir yang terkenal.

Deskripsi Umum Tafsir Al-Baghawi

Al-Baghawi adalah salah satu tafsir yang masyhur karya ulama salaf, ukuran pertengahan namun cukup kompherensip,  banyak menceritakan sanad pada awal kitab nya, kecenderungan nya sangat terpengaruhi kuat oleh Tafsir al-Tsa’labi : al-Kasyf wa al-Bayan. Sekalipun pada kenyataanya punya karakteristik tersendiri.

Kitab ini telah diringkas oleh al-Syaikh Tajuddin Abu Nashri Abdul Wahab ibn Muhammad al-Husaini, wafat tahun 875 H. Tafsir al-Baghawi dicetak bersama tafsir Ibn Tafsir, di samping ada yang di cetak bersama tafsir al-Khazin. Ia merupakan tafsir yang sederhana dan singkat salaf tanpa menyebutkan sanad. Karena di bagian pendahuluan ia telah menuturkan sanadnya sampai kepada setiap periwayat yang menjadi sumber riwayatnya.

Sekalipun metode penulisan nya adalah Bil Ma’tsur, namun coraknya terdiri dari ma’ani, dan ilmu Qiraat, ahkam fiqh, untaian hikmah dan isyarat, serta beberapa pemikiran inovatif, juga hadis-hadis yang terdapat sebelum nya dalam Tafsir al-Tsa’labi.

Berkata Imam al-Baghawi, sebab saya mengarang Tafsir ini adalah:
1. Permintaan sejumlah sahabat.
2. Melaksanakan wasiat Rasulullah saw.
3. Mengikuti ulama Salaf yang terdahulu dalam melestarikan ilmu Tafsir, sekalipun tidak banyak tambahannya, akan tetapi suatu keniscayaan dalam setiap zaman untuk melakukan pentajdidan (pembaharuan), selama memungkinkan dan begitu besarnya permintaan.

Sumber Penafsiran

Al-Baghawi sangat selektif dalam memilih masalah yang terbaik dan menafsirkannya dengan tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, beliau berpedoman pada:
1) Atsar As-Shahabi baik perkataan atau riwayat dari kalangan para sahabat dan tabi’in. Seperti, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
2) Hukum-hukum kebahasaan yang terdapat dalam Al-Qur’an, dalil-dalil kebahasaan (kitab kebahasaan) dan juga syair-syair untuk menjelaskan makna ayat.
3) Sejarah Nabi.
4) Ia mengambil banyak dari para ulama qiro’at.

Dalam menafsirkan Al-Qur’an beliau mengutip atsar para salaf dengan meringkas sanad-sanadnya. Beliau juga membahas kaidah-kaidah tata bahasa dan hukum-hukum fiqih secara panjang lebar. Tafsir ini juga banyak memuat kisah-kisah dan cerita sehingga kita juga bisa menemukan diantaranya kisah-kisah Israiliat yang ternyata bathil (menyelisihi syariat dan tak rasional). Namun secara umum, tafsir ini lebih baik dan lebih selamat dibanding sebagian kitab-kitab tafsir bil ma’tsur lain.

Imam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang tafsir yang paling dekat dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah diantara Al-kassyaf, Al-Qurtubi atau Al-Baghawi. Beliau menjawab:”adapun diantara tiga tafsir yang ditanyakan, tafsir yang paling selamat dari bid’ah dan hadis dhaif adalah Tafsir Al-Baghawi, bahkan ia adalah ringkasan tafsir Atsa’labi dimana beliau menghapus hadis palsu dan bid’ah di dalamnya”.

Tafsir al-Baghawi merupakan ringkasan dari “Tafsir ats-Tsa’labi karya Ahmad bin Muhammad ats-Tsa’labi dan al-khazin merupakan ringkasan dari al-baghawi. Karena itu, tafsir ini dianggap “ringkasan atas ringkasan” (mukhtashar li mukhtashar), yang di dalamnya hanya berisi cuplikan dan kutipan yang selektif, dengan menghilangkan rangkaian sanad dan menghindari penjelasan yang panjang. Ini dimaksudkan agar bisa memberikan kemudahan bagi para pembacanya dan kitab ini bisa lebih bermanfaat, demikian ditegaskan oleh an-Nasafi.

Metode Penafsiran

Tafsir ini dikategorikan Tafsir Bil Ma’tsur karena banyak sekali mengangkat riwayat dalam penafsirannya, termasuk berbagai kisah sejarah dan cerita Israiliyat. Dalam hal ini, pengarang kitab tafsir ini menegaskan bahwa riwayat-riwayat itu merujuk pada kitab-kitab yang diperhitungkan oleh para ulama, seperti kitab al-Jam’u Baina ash-Shahihain karya al-Humaidi dan kitab Jami’ al-Ushul karya Ibn al-Atsir. Ternyata beberapa kisah sejarah dan cerita Israiliyat di dalam kitab tafsir tersebut masih dipenuhi dengan kisah dan cerita yang batil (diragukan kebenarannya).

Ia telah menulis muqoddimah tafsirnya yang menjelaskan tentang metodenya, tujuan, dan sisi lain dari ilmunya yang luas dalam bidang penelitian Al-Qur’an. Kemudian ia menyebutkan sejumlah pasal yang ada dalam tafsirnya berikut penjelasannya. Yaitu pasal tentang fadilah Al-Qur’an dan mengajarkannya; pasal tentang keutamaan membaca Al-Qur’an; pasal tentang ancaman bagi orang yang berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri tanpa ada pengetahuannya.

Ia telah sempurna mempersiapkan tafsirnya dari segi bahasa, karenanya ia telah berguru dengan ahli bahasa. Sebagian orang menyangka bahwa bahasa cukup dalam mengenal tafsir, tetapi anggapan mereka itu salah. Maka dalam tafsir harus memiliki unsur-unsur lain, diantaranya sunnah Nabi.

Ia adalah seorang ahli Hadits yang istimewa dan dipercaya, menurut para ulama hadits ia adalah Al-Imam Al-Hafidz At-Tsiqoh. Ia juga telah mendalami Ilmu Qiro’at dan ini terlihat dalam tafsirnya.

Karakteristik Penulisan

Dalam menafsiran Al-Qur’an beliau juga berpegang pada kaidah-kaidah penulisan dengan memisahkan antara tafsir dan kurung bunga .........Beliau menggunakan dua kurung bunga itu untuk memisahkan antara tafsir dan Al-Qur’an, hal ini digunakan agar para pembaca dapat membedakan antara tafsir dan Al-Qur’an. Beliau juga menafsirkan ayat dengan ayat dan ayat dengan hadits yang berpegang pada tafsir bil ma’tsur.

Dalam setiap jilidnya tafsir ini mencantumkan daftar isi berupa surat dan ayat serta halaman yang terdapat priwayatan hadits-hadits Nabi. Hadits-hadits tersebut berisi tentang keutaman-keutamaan Al-Qur’an. Selain itu, dalam penafsiran kitab ini Al-Baghawi juga menggunakan kata-kata yang ringkas, sehingga tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek yang mencakup lima jilid. Tafsir ini termasuk dalam tafsir tahlili dikarenakan ditulis dengan tartib mushafi, yaitu ditulis dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.

Contoh Tafsir Al-Baghawi

وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.(Q.S Al-Baqarah: 154)

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mati syahid pada perang Badar. Dari kaum Muslimin berjumlah 14 orang laki-laki: 6 orang dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum Anshar. Orang mengatakan jika ada yang terbunuh dijalan Allah: telah meninggal si fulan dari kenikmatan dunia dan kesenangnnya. Sebagaimana Allah berfirman tentang orang-orang yang mati syahid dalam perang Uhud:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.”  (Q.S Ali Imran: 169)

Al-Hasan Berkata: “Sesungguhnya orang yang mati syahid mereka hidup di sisi Allah SWT. Rizqi mereka didatangkan di ruh-ruh mereka maka sampailah pada mereka perasaan senang dan gembira sebagaimana api nereka di datangkan kepada ruh-ruh keluarga fir’aun di waktu pagi dan sore maka sampai pada mereka perasaan sakit.”
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Cahaya diatas Cahaya - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger