Nama
lengkapnya adalah Al-Husain Ibnu Mas’ud Al-Farra’ Al-Baghawi. Yang dinisbatkan
kepada nama desa bagha yang terletak di antara Herrat dan Marw ar-Rudz. Ia
tinggal di negeri khurasan Lahir pada tahun 456 H = 1044 M. dan wafat di Marwa pada bulan syawwal tahun
516 H = 1112 M pada usia delapan puluh tahun dan dimakamkan disebelah makam
gurunya yaitu Al-Qodhi Husain Ibn Muhammad Marw Ar-Rud. Ia seorang Ulama fiqh,
ulama hadits dan ulama tafsir. Ia sangat terkemuka dalam bidang hadits sehingga mendapat gelar “Muhyi As-Sunnah” (yang menghidupkan sunnah). Ada juga yang
meriwayatkan bahwa Al-Baghawi wafat pada tahun 510 H=1117 M.
Beliau
dilahirkan di desa Bagha dan belajar di desa Ar-Rudz. Ia belajar fiqih kepada Al-Qodhi Husain Ibn
Muhammad Marw Ar-Rud yaitu pengarang kitab At-Ta’liqah yang terkenal dalam bidang Fiqihnya juga
dalam periwayatannya, ia adalah murid istimewanya Al-Qodhi. Ia mendengarkan
riwayat dari jalur sanad para sahabat, seperti: Marwa Abi Umar, Abdul
Wahid Ibn Ahmad Al-Maliki, Abi Hasan Ad-Dawudi, Abu Bakar Ya’qub Ibn Ahmad
As-Shairafi Al-Nasaiburi wafat pada tahun 466 H, Abu Hasan Ali Ibn Yusuf
Al-Juwaini yang terkenal dengan gelar syaikh al-Hijaz wafat pada tahun 463H,
dan dari selain mereka periwayatan yang ia dengar ialah sebanyak 460 hadits,
beliau juga meriwayatkannya secara berjama’ah.
Ia adalah seorang imam yang mulia, pemadu antara
ilmu dan amal dan dikatakan oleh As-Subki bahwasanya ia adalah seorang ulama
syafi’iyyah yang wara’ dan zahid. Ia diberkahi karena kitab-kitabnya dan mendapatkan
apresiasi yang luar biasa karena ketulusan niatnya. Para ulama berlomba-lomba
untuk meraih prestasi sebagaimana Al-Baghawi. Ia tidak mengajar kecuali dalam
keadaan bersuci, berpakaian sederhana, mempunyai pengetahuan luas tentang
tafsir, fiqih, seorang syaikh, imam, ulama yang dijadikan panutan dan seorang
yang hafizh.
Ia
tumbuh dewasa dengan bermadzhab Syafi’i, karena ia hidup di lingkungan pengikut
madzhab Syafi’i, dan menimba ilmu dengan ulama-ulama pengikutnya. Ia mempunyai
peninggalan yang berharga dalam madzhab Syafi’i yaitu kitab at-Tahdzib. Dalam kitab itu ia mengarah
kepada arahan orang-orang yang ahli dalam mentarjih, menguji dan mentashih,
tidak fanatik terhadap madzhabnya, tidak menghantam dengan madzhab lainya,
tujuanya hanya ingin sampai kepada apa yang lebih dekat dengan nash-nash dan
lebih sesuai dengan dasar-dasar agama.
Asy-Syaikh
Taqiuddin Al-Subki berkata: “Sedikit sekali kami melihatnya memilih sesuatu
kecuali apabila ditelitinya maka ia akan menemukan yang lebih kuat dari yang
lainnya, selain itu ia juga dapat mengungkapkannya dengan ringkas. Hal tersebut
menunjukan bahwa ia diberikan kecerdasan yang luar biasa dan berhati-hati dalam
menulis tafsir ini.”
Karya-karya
Imam Al-Baghawi
Ia
adalah seorang yang telah menghimpun Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Sunnah dan Fiqih.
Semangat keilmuannya yang besar ini sungguh telah menghasilkan sejumlah
karangan yang berharga, diantaranya:
1) Kitab
kumpulan fatwa yang dihimpunkannya dari fatwa-fatwa gurunya Abi Ali Al-Husain
Ibn Muhammad Al-Marwazi.
2) Kitab
At-Tahdzib yang membahas tentang Fiqih Imam Sya-fi’i. Kitab ini adalah karangan
yang bebas, telah dikoreksi, dan biasanya telah memuat dalil-dalilnya.
3) Kitab Syarh
As-Sunnah.
4) Kitab Ma’alim
At-Tanzil, yaitu kitab Tafsir yang terkenal.
Deskripsi Umum Tafsir Al-Baghawi
Al-Baghawi
adalah salah satu tafsir yang masyhur karya ulama salaf, ukuran pertengahan
namun cukup kompherensip, banyak
menceritakan sanad pada awal kitab nya, kecenderungan nya sangat terpengaruhi
kuat oleh Tafsir al-Tsa’labi : al-Kasyf
wa al-Bayan. Sekalipun pada kenyataanya punya karakteristik tersendiri.
Kitab ini telah
diringkas oleh al-Syaikh Tajuddin Abu Nashri Abdul Wahab ibn Muhammad
al-Husaini, wafat tahun 875 H. Tafsir al-Baghawi
dicetak bersama tafsir Ibn Tafsir, di
samping ada yang di cetak bersama tafsir
al-Khazin. Ia merupakan tafsir yang sederhana dan singkat salaf tanpa
menyebutkan sanad. Karena di bagian pendahuluan ia telah menuturkan sanadnya
sampai kepada setiap periwayat yang menjadi sumber riwayatnya.
Sekalipun metode
penulisan nya adalah Bil Ma’tsur, namun
coraknya terdiri dari ma’ani, dan ilmu Qiraat, ahkam fiqh, untaian hikmah dan isyarat, serta beberapa pemikiran inovatif, juga hadis-hadis yang
terdapat sebelum nya dalam Tafsir
al-Tsa’labi.
Berkata Imam al-Baghawi, sebab saya
mengarang Tafsir ini adalah:
1. Permintaan sejumlah sahabat.
2. Melaksanakan wasiat Rasulullah saw.
3. Mengikuti ulama Salaf yang terdahulu
dalam melestarikan ilmu Tafsir, sekalipun tidak banyak tambahannya, akan tetapi
suatu keniscayaan dalam setiap zaman untuk melakukan pentajdidan (pembaharuan),
selama memungkinkan dan begitu besarnya permintaan.
Sumber
Penafsiran
Al-Baghawi
sangat selektif dalam memilih masalah yang terbaik dan menafsirkannya dengan
tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, beliau berpedoman pada:
1) Atsar
As-Shahabi baik perkataan atau riwayat dari kalangan para sahabat dan tabi’in.
Seperti, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
2) Hukum-hukum
kebahasaan yang terdapat dalam Al-Qur’an, dalil-dalil kebahasaan (kitab
kebahasaan) dan juga syair-syair untuk menjelaskan makna ayat.
3) Sejarah
Nabi.
4) Ia
mengambil banyak dari para ulama qiro’at.
Dalam
menafsirkan Al-Qur’an beliau mengutip atsar para salaf dengan meringkas
sanad-sanadnya. Beliau juga membahas kaidah-kaidah tata bahasa dan hukum-hukum
fiqih secara panjang lebar. Tafsir ini juga banyak memuat kisah-kisah dan
cerita sehingga kita juga bisa menemukan diantaranya kisah-kisah Israiliat yang
ternyata bathil (menyelisihi syariat dan tak rasional). Namun secara umum,
tafsir ini lebih baik dan lebih selamat dibanding sebagian kitab-kitab tafsir
bil ma’tsur lain.
Imam
Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang tafsir yang paling dekat dengan Al-Qur’an
dan As-Sunnah diantara Al-kassyaf, Al-Qurtubi atau Al-Baghawi. Beliau menjawab:”adapun diantara tiga tafsir yang
ditanyakan, tafsir yang paling selamat dari bid’ah dan hadis dhaif adalah
Tafsir Al-Baghawi, bahkan ia adalah ringkasan tafsir Atsa’labi dimana beliau
menghapus hadis palsu dan bid’ah di dalamnya”.
Tafsir
al-Baghawi merupakan ringkasan dari “Tafsir ats-Tsa’labi karya Ahmad bin
Muhammad ats-Tsa’labi dan al-khazin merupakan ringkasan dari al-baghawi. Karena
itu, tafsir ini dianggap “ringkasan atas ringkasan” (mukhtashar li mukhtashar),
yang di dalamnya hanya berisi cuplikan dan kutipan yang selektif, dengan
menghilangkan rangkaian sanad dan menghindari penjelasan yang panjang. Ini
dimaksudkan agar bisa memberikan kemudahan bagi para pembacanya dan kitab ini
bisa lebih bermanfaat, demikian ditegaskan oleh an-Nasafi.
Metode
Penafsiran
Tafsir
ini dikategorikan Tafsir Bil Ma’tsur karena
banyak sekali mengangkat riwayat dalam penafsirannya, termasuk berbagai kisah
sejarah dan cerita Israiliyat. Dalam
hal ini, pengarang kitab tafsir ini menegaskan bahwa riwayat-riwayat itu
merujuk pada kitab-kitab yang diperhitungkan oleh para ulama, seperti kitab al-Jam’u Baina ash-Shahihain karya
al-Humaidi dan kitab Jami’ al-Ushul
karya Ibn al-Atsir. Ternyata beberapa kisah sejarah dan cerita Israiliyat di dalam kitab tafsir
tersebut masih dipenuhi dengan kisah dan cerita yang batil (diragukan
kebenarannya).
Ia
telah menulis muqoddimah tafsirnya yang menjelaskan tentang metodenya, tujuan,
dan sisi lain dari ilmunya yang luas dalam bidang penelitian Al-Qur’an.
Kemudian ia menyebutkan sejumlah pasal yang ada dalam tafsirnya berikut
penjelasannya. Yaitu pasal tentang fadilah Al-Qur’an dan mengajarkannya; pasal
tentang keutamaan membaca Al-Qur’an; pasal tentang ancaman bagi orang yang
berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri tanpa ada
pengetahuannya.
Ia
telah sempurna mempersiapkan tafsirnya dari segi bahasa, karenanya ia telah
berguru dengan ahli bahasa. Sebagian orang menyangka bahwa bahasa cukup dalam
mengenal tafsir, tetapi anggapan mereka itu salah. Maka dalam tafsir harus
memiliki unsur-unsur lain, diantaranya sunnah Nabi.
Ia
adalah seorang ahli Hadits yang istimewa dan dipercaya, menurut para ulama
hadits ia adalah Al-Imam Al-Hafidz At-Tsiqoh. Ia juga telah mendalami Ilmu
Qiro’at dan ini terlihat dalam tafsirnya.
Karakteristik
Penulisan
Dalam
menafsiran Al-Qur’an beliau juga berpegang pada kaidah-kaidah penulisan dengan
memisahkan antara tafsir dan kurung bunga .........Beliau menggunakan dua
kurung bunga itu untuk memisahkan antara tafsir dan Al-Qur’an, hal ini
digunakan agar para pembaca dapat membedakan antara tafsir dan Al-Qur’an.
Beliau juga menafsirkan ayat dengan ayat dan ayat dengan hadits yang berpegang
pada tafsir bil ma’tsur.
Dalam
setiap jilidnya tafsir ini mencantumkan daftar isi berupa surat dan ayat serta
halaman yang terdapat priwayatan hadits-hadits Nabi. Hadits-hadits tersebut
berisi tentang keutaman-keutamaan Al-Qur’an. Selain itu, dalam penafsiran kitab
ini Al-Baghawi juga menggunakan kata-kata yang ringkas, sehingga tidak terlalu
panjang dan tidak terlalu pendek yang mencakup lima jilid. Tafsir ini termasuk
dalam tafsir tahlili dikarenakan ditulis dengan tartib mushafi, yaitu ditulis
dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas.
Contoh Tafsir
Al-Baghawi
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ
أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.(Q.S
Al-Baqarah: 154)
Ayat ini diturunkan berkenaan
dengan orang-orang yang mati syahid pada perang Badar. Dari kaum Muslimin
berjumlah 14 orang laki-laki: 6 orang dari kaum Muhajirin dan 8 orang dari kaum
Anshar. Orang mengatakan jika ada yang terbunuh dijalan Allah: telah meninggal
si fulan dari kenikmatan dunia dan kesenangnnya. Sebagaimana Allah berfirman
tentang orang-orang yang mati syahid dalam perang Uhud:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Janganlah
kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan
mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” (Q.S Ali Imran: 169)
Al-Hasan Berkata: “Sesungguhnya
orang yang mati syahid mereka hidup di sisi Allah SWT. Rizqi mereka didatangkan
di ruh-ruh mereka maka sampailah pada mereka perasaan senang dan gembira
sebagaimana api nereka di datangkan kepada ruh-ruh keluarga fir’aun di waktu
pagi dan sore maka sampai pada mereka perasaan sakit.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar