Kisah ini berawal ketika aku baru saja menginjak jenjang
pendidikanku semester 3 di sebuah lembaga pendidikan di Jogja yang bagi
sebagian orang masih asing ketika mendengar nama lembaga pendidikanku ini,
namum ketika disebut di depan orang yang sudah tau justru aku sendiri yang, yaahhh...mungkin
bisa dibilang kalo aku merasa seperti terbebani dengan lembaga ini, emmm...karena
aku merasa belum pantas jika disebut sebagai orang yang memiliki kredibelitas
tinggi.
Ketika itu, aku baru saja melewati liburan panjang semester genap
dan aku kembali ke Jogja untuk bertamu dengan teman2ku disini. Dalam waktu yang
tidak lama lagi aku dan teman2ku akan mengikuti sebuah agenda besar yang rutin
diadakan pada setiap bulan Ramadhan, yaitu “Muballigh Hijrah”, sebuah
acara yang akan diikuti sebanyak kurang lebih 350-an muballigh dan muballighah,
atau da’i dan da’iyah dari berbagai Perguruan Tinggi di Jogja dan
akan diterjunkan di berbagai tempat, atau daerah di sekitar DIY dan sekitarnya
(luar DIY) untuk berdakwah secara langsung kepada masyarakat, yang sebelumnya para
muballigh dan muballighah, atau da’i dan da’iyah
tersebut diterjunkan, disana ada acara pembukan dan pembekalan singkat selama
kurang lebih 3 hari. Kita semua berkumpul untuk mendapatkan berbagai arahan
dari para da’i-da’i senior kita dan saling bertukar pengalaman dengan
teman2 yang lain yang hubungannya dengan dakwah.
Pada hari yang telah ditentukan sebagai hari dimana aku dan teman2
akan ditempatkan di wilayah dakwah kami, kita semua merasakan perasaan yang
berbeda2, membayangkan apa yang kan terjadi disana ketika kita mengahadapi
masyarakat yang heterogen, ada yang mungkin sependapat dengan kita, dan yang
lebih sulit lagi ketika menghadapi masyarakat yang berbeda paham, atau bahkan
berbeda keyakinan dengan kita, karena dari pengalaman para senior kemarin
ketika pembekalan, nantinya sebagian da’i-da’i yang ikut dalam acara ini
akan berhadapan dengan orang-orang di luar Islam (misionaris) yang
mereka juga memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengajak kepada agama mereka
(memurtadkan umat Islam), yang tentunya bekal yang dipersiapkan untuk
menghadapi mereka harus jauh lebih matang. Ini adalah beberapa hal yang membuat
kami berpikir “apa kami bisa untuk menghadapi ujian dan cobaan ini..??”,
namun kami hanya berharap dan berdo’a semoga Allah memberikan jalan terbaik
untuk kita dalam mengadapinya.
Akhirnya, setelah beberapa menit menunggu jemputan bersama teman2
yang lain, datanglah mobil yang akan membawaku ke tempat dimana aku akan
menghabiskan bulan Ramadhan tahun ini bersama orang-orang yang baru ku kenal,
bersama lingkungan baruku, dan tentu dengan pengalaman baru yang akan aku dapat
dari sana.
Setelah aku dan teman2 saling berjabat tangan sebagai tanda kami
akan berpisah dalam waktu yang cukup lama, dengan diiringi do’a untuk kita
semua, akhirnya aku dan teman2 pun berpisah.
Sepanjang perjalanan di dalam mobil aku masih saja membayangkan
separti apa hari2 ke depan bersama lingkungan baruku nanti. Sampai akhirnya, ketika
hari mulai senja, mobil yang ku tumpangi ini berhenti di depan sebuah masjid
yang sepertinya sudah tak asing lagi bagiku karena aku memang pernah mampir ke
sini sebelumnya, masjid yang lumayan bagus, besar dengan dua lantai. Masjid
yang ternyata tidak jauh dari sebuah tempat wisata, “Masjid Al-Abrar”
namanya. Yahh..memang aku ini ditempatkan di daerah wisata alam kaliurang.
Mungkin hanya sakitar 100 m dari tempat parkir “Wisata Alam Kaliurang”,
dengan udara yang masih sejuk, bahkan lebih tepatnya udara yang sangat dingin
bagiku.
Akhirnya aku pun bertemu dengan orang-orang yang sedang
membersihkan masjid karena memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat disitu
mungkin ketika menjeang hari awal Ramadhan beberapa orang diantara meraka mulai
memperbaiki dan membersihkan masjid yang nantinya akan ramai, paling tidak yahh..ramai
ketika shalat tarawikh dan menjelang buka.
Kesan pertama yang aku dapat ketika bertemu dengan orang-orang
tersebut adalah mereka sangat ramah dengan mempersilahkan aku duduk sejenak,
lalu mereka meninggalkan pekarjaan bersih2 mereka untuk menyiapkan tempat yang
akan menjadi ruang pribadiku dengan mengatakan “maaf mas, saya nda tau kalo
mase dateng hari ini, soalnya taun kemaren datengnya pas hari pertama puasa,
jadi tempatnya belum disiapkan, biar saya siapkan dulu, njenengan nunggu disini
nggeh..ngapunten ee mas...”, dengan logat khas jawa Jogja yang kental dan
wajah tersenyum ramah. “oh, nggeh pak, mboten nopo2..” kataku sambil
jalan mengikuti beliau menuju sebuah rumah yang lumayan besar yang tidak jauh
dari masjid tersebut. Kalo aku liat ini memang bukan sekedar rumah biasa, tapi
ini seperti semacam villa atau wisma penginapan yang memang banyak sekali kita
temukan ketika kita melewati sepanjang jalan menuju Kaliurang.
Namun yang membuatku kaget adalah ketika memasuki villa tersebut
yang ternyata sangat kotor dan penuh dengan berbagai macam barang2 yang sudah
tidak lagi terpakai, semua ruangan di dalamnya penuh dengan barang2 tersebut,
dan hanya ada satu kamar yang di sana ada sebuah ranjang, meja dan kursi yang
sudah tertutupi oleh debu karena memang kamar ini hanya dihuni setahun sekali
ketika bulan Ramadhan oleh orang yang diutus seperti aku saat ini. Di villa itu
hanya ada satu jalan sempit setapak yang menghubungkan kamarku nantinya dengan
pintu paling depan. “hufft..” sempat aku berfikiran “apa seperti ini
tempat yang akan aku gunakan untuk menginap selama hampir sebulan ini??”.
Ditambah lagi ternyata pintu2 disana tidak ada kuncinya, bahkan ketika ditutup
pun jika terkena angin yang lumayan kenceng pintunya terbuka dengan sendrinya.
“maaf mas, biar saya sapu dulu kamarnya. Sekalian saya pasang
sepreinya..” kata bapak
tersebut yang ternyata setelah ku tau namanya adalah pak Min, beliau adalah
orang yang diberi tugas untuk menjaga dan mengurusi villa tersebut oleh
majikannya. Karena memang villa yang dimiliki majikannya tersebut tidak hanya “bekas”
villa yang akan aku tempati tersebut, tapi masih ada 3 villa lain disekitarnya
yang lumayan besar. Beliau juga orang yang tinggal paling dekat dari masjid
untuk menjadi muadzin sekaligus imam.
Lalu aku pun menunggu di luar villa sambil melihat2 sekitar tempat
tersebut. Villa yang cukup besar dan pemandangan indah di daerah wisata dengan
udara yang dingin di senja hari. Sampai aku kembali untuk melihat kamarku
ternyata tinggal sedikit lagi bapak tersebut menyiapkannya.
“monggo mas, kamarnya sudah saya bersihkan, maaf adanya cuma
seperti ini saja..”, kata beliau
sambil mengangkat koper besarku sedangkan aku membawa tas punggung yang hanya
berisi baju. “oh iya gak papa pak, biar saya saja yang bawa kopernya..”,
sambil meminta koper dari bapak itu untuk ku bawa sendiri.
Setelah aku meletakan barang2 yang ku bawa di dalam kamar(-ku),
lalu aku pun keluar masih dengan bapak tersebut dan beberapa orang yang tadi
sedang bersih2 masjid. Lalu kami pun ngobrol didepan villa tersebut dengan
obrolan2 ringan, seperti menanyakan nama, alamat asal, kuliah sampai
pertanyaan2 yang tidak pernah ku sangka2 seperti “sudah nikah atau belum mas?”,
tanya seorang bapak yang lain yang aku belum tau namanya. Aku bahkan sempat
kaget dibuatnya, “emangnya aku udah keliatan kaya orang yang sudah
beristri?” begitu pikirku.
Namun setelah mereka tau kalo aku belum beristri, salah satu dari
bapak2 tersebut sempat mengeluarkan kata2 “wah, kalo gitu biar besok dapet
orang sini aja mas, dulu juga ada yang kaya njenengan terus berlanjut sampe
dapet orang sini..”, begitu kata beliau, entah itu sebagai penawaran atau
apa,, aku sendiri kurang tau dan belum pengen tau. Dan aku pun hanya tersenyum
saja mendengarnya. Sampai beberapa menit kami ngobrol ringan ternyata hari pun
sudah mulai petang. Akhirnya bapak2 tersebut barpamitan untuk kembali ke rumah
meraka masing2, sedang aku sendiri memasuki sebuah villa yang masih terasa
sangat asing bagiku, sebuah villa kosong yang hanya dihuni setahun sekali ini,
sempat terbayang perkataan pak Min tadi “ini cuma dipake kalo pas bulan
Ramadhan kaya sekarang ini mas jadi berantakan gak terurus kaya gini,, yang
make juga kaya njenengan yang mesti berani tinggal ditempat kaya gini..”. sambil
tersenyum ku jawab dalam hati “wahh, emangnya ini acara ‘Dunia Lain’ yang
ngetes mental???” begitu pikirku.
Akhirnya aku pun shalat Maghrib di masjid tersebut seprti biasa,
tidak ada yang istimewa menurutku, hanya seperti biasa, sebagian jama’ah mulai
menyapa dan bertanya tentang aku, dan mereka juga sepertinya tau kalo aku ini
yang nantinya kan menemani mereka selama hampir sebulan ini. Meskipun malam itu
adalah partama bulan Ramadhan, tapi karena ini adalah jama’ah shalat maghib
jadi jama’ahnya pun tidak terlalu banyak. Kami pun ngobrol ringan dengan
beberapa orang di masjid, salah satunya adalah dengan bapak ketua ta’mir masjid
yang bernama pak Parlin sampai menjelang shalat Isya’, dan orang-orang pun
mulai berdatangan sampai masjid Al-Abrar terlihat penuh, meskipun mesjid
tersebut ada lantai duanya, namun tetap saja para jama’ah sampai menggelar
tikar di luar masjid. Subhanallah...inilah jama’ahku, memang seperti itulah
kebanyakan masjid kalo awal2 bulan Ramadhan, 10 hari pertama masih babak penyisihan,
belum masuk babak semifinal di 10 hari kedua yang mulai berkurang, atau bahkan
pada 10 hari terakhir di babak final.
Terlihat sekali di wajah para jama’ah tersebut mulai penasaran
ketika melihat aku sebagai orang baru diantara meraka. Hingga shalat Isya’ pun
berjalan seperti biasa. Setelah shalat Isya selesai, sebelum melaksanakan
shalat Tarawikh, naiklah bapak ketua ta’mir masjid tersebut ke atas mimbar
untuk memberi sambutan awal bulan Ramadhan dan mengenalkanku secara singkat
kepada para jama’ah, tapi karena beliau hanya baru tau namaku dan menyampaikan
bahwa aku yang akan tinggal dan menemai para jama’ah selama hampir sebulan ini,
maka beliau pun memintaku untuk naik ke atas mimbar untuk bisa memperkenalkan
diri secara langsung kepada mereka. Semuanya “SUBHANALLAH....”, itu yang
terucap di bibirku ketika aku menyaksikan mereka. Aku bersyukur dipertemukan
dengan orang-seperti mereka yang di awal perjumpaan denganku saja mereka
sepertinya akan mudah menerima dengan
apa yang akan ku sampaikan nantinya, Alhamdulillah....
Lalu setelah acara sambutan oleh ketua ta’mir dan perkenalanku
dengan meraka, kami pun melaksanakan shalat Tarawikh bersama dengan khidmah.
Setelah selesai shalat Tarawikh pertama pada malam itu, aku pun duduk2 di
masjid bersama jama’ah disana yang kebanyakan
dari mereka adalah bapak2 sampai sekitar jam setengah sepuluh, lalu ada seorang
bapak yang bertanya “mas, njenengan belum makan nggeh?”, ternyata aku
sendiri pun lupa kalo aku belum makan malam, baru setelah bapak itu bertanya
seperti itu aku baru merasakan kalo aku lapaarr.. tapi aku hanya menjawabnya
dengan senyum saja meraka sudah tau. Alhamdulillah...
Lalu aku pun diajak ke sebuah rumah makan, emmm...tapi
kayaknya lebih tepat disebut warung makan aja deh biar gak terlalu “wahh”,
dan aku dipesankan satu porsi nasi goreng spesial untuk makanku yang pertama
disini, lumyan enak. Alhamdulillah...
Kemudian setelah makan, aku diantar pulang ke villa “megah”
yang tadi sore sudah disiapkan untukku, dan aku pun ditinggalkan di depan villa
tersebut. Tak lupa aku mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak yang tadi
mengajakku makan di luar dengan menu masakan yang spesial.
Malam itu aku lewati sendiri dengan rasa yang kurang nyaman, meski
aku berada dalam sebuah villa “megah” tersebut, bukan karena aku takut
atau apa, tapi karena aku memang seperti itu ketika baru menempati sebuah
tempat baru. Akhirnya pada sekitar jam 1 malam aku ke masjid, “mungkin aku
bisa lebih tenang ketika berada disana..” begitu pikirku. Aku di masjid
sampai skitar jam 3 pagi lalu aku kembali ke villa(-ku) itu, tak terasa aku pun
ketiduran sampai aku terbangun ketika ada suara yang membangunkan tidurku,
suara yang ku dengar itu berasal dari luar villa yang lama-kelamaan suara itu
semakin dekat dengan ku, dan mendekat ke arah pintu. “ahh, ternyata sudah
waktunya untuk sahur..”. Yahh..karena mas Irvan (orang yang juga
sebagai penjaga villa tersebut) itu tadi yang membangunkanku dari luar untuk
sahur di rumah majikannya yang tidak terlalu jauh dari villa yang tu tempati.
Ku lihat jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul setengah 4 pagi, “hmmm..ternyata
malam ini aku cuma tidur setengah jam tok”. Kemudian aku keluar dan tanpa instruksi
terlebih dahulu udara yang sangat dingin di pagi itu memelukku sampai terasa
tulangku hampir tidak bisa digerakkan. “yaa Allah, dingin sekali..”. mas
Irvan juga sepertinya tau kalo aku sedang kedinginan hebat, dan beliau berkata “disini
emang dingin mas, apa lagi kalo musim2 bulan Ramdhan seperti ini tambah dingin
lagi..”. sambil berjalan dibawah lampu2 jalan yang masih tertutup kabut
tebal akhirnya aku sampai juga di rumah majikannya yang bernama pak Farhan,
beliau seorang anggota DPR Sleman waktu itu dan sekarang katanya sudah naik ke
tingkat DIY, lalu aku masuk dan langsung dibuatkan teh manis hangat untuk sedikit
menghangatkan tubuhku yang kedinginan. Sahur ini ku lewati dengan sekitar 7
orang yang semuanya adalah orang2 yang membantu pak Farhan mengurusi villanya
disekitar wisata Kaliurang.
Setelah itu aku kembali ke villa(-ku) untuk persiapan shalat Subuh,
kemudian adzan berkumandang, kami shalat subuh bersama. Dan seperti yang aku
kira, aku langsung disuruh untuk naik ke mimbar memberikan kultum atau
tausiyah, Alhamdulillah..semua berjalan dengan lancar tanpa ada suatu
halangan.
Hari pertama pagi ini aku awali dengan jalan2 pagi bersama anak2
yang sudah mulai sok akrab denganku. Yahh..itung2 biar tau kondisi
lingkungan setempat, tau orang2nya seperti apa, ketika bertemu dengan orang2
sekitar situ juga aku tidak lupa untuk menyapa mereka. Itulah setidaknya yang
aku lakukan untuk bisa mengetahui kondisi masyarakat sekitar. Kemudian di hari
berikutnya aku diajak ke rumah bapak Parlin (ketua ta’mir), sambil bertanya2
tentang kondisi masyarakat lebih jauh, dan aku juga mendapatkan ilmu baru yang
belum pernah ku dapatkan, yaitu ilmu tentang lebah. Karena beliau adalah
peternak lebah sekaligus penjual madu. Sampai aku diajak untuk mencoba untuk therapi
sengat lebah namun aku tidak berani, hehehe.. dari setalah shalat subuh
sampai sekitar jam 7 aku di rumah beliau, dan aku pulang dengan membawa sebotol
madu pemberian dari beliau. Alhamdulillah...
Hari2 selanjutnya berjalan seperti biasa, malam kultum Tarawikh
sekalian imam shalat, pagi kultum Subuh juga sekalian imam. Meskipun sudah ada
jadwalnya yang ditempel dan diumumkan tapi bapak2 disana walaupun hadir pun
mereka menyuruhku untuk maju menggantikan mereka kultum. Jadi siap tidak siap
memang harus siap ketika disuruh maju untuk kultum, oleh karenanya tiap saat
aku membawa potongan atau sobekan kertas kecil, paling tidak untuk mengingatkanku
materi yang akan disampaikan.
Selain itu juga, tiap sore mengajar anak2 TPQ belajar mengaji
membantu mba2 yang sudah biasanya mengajar TPQ disana, meski acaranya bukan
hanya mengaji terus, tapi dijadwal tiap hari acaranya berbeda. Ada yang acara
mengaji, cerita/kisah, bikin kerajinan, jalan2, outbond -de el el-.
Anak2nya pun menyanangkan meski juga tetap ada yang nakal, hehehe..
Sampai pada suatu hari aku dipanggil oleh bapak ketua ta’mir dan
diminta untuk mengajari remaja2 saja, biar anak2 sudah ada mba2 tadi yang
ngajar mereka ngaji. Aku pun menurut saja, kemudian pak Parlin sang ketua
ta’mir masjid tadi memanggil remaja2 dan beliau mengumpulkan meraka untuk
dinasihati barang sebentar lalu beliau mengatakan yang kurang lebih sebagai
berikut, “dari pada tidak ada kerjaan , mending mulai hari ini dan
seterusnya kalian akan didampingi oleh mas ustadz ini mengaji atau apa saja
yang bermanfaat.. jangan mau kalah sama ade2 kalian yang kecil2 itu, mereka
saja semangat ngaji masa kalian tidak..”, selanjutnya beliau langsung
menyerahkan mereka padaku.
Mulai hari itu pun aku yang mendampingi remaja2 masjid tersebut,
baik itu acaranya mengaji atau yang lain biar meraka gak bosen karena mereka
anak2 yang sudah menginjak bangku SMP-SMA, tentu berbeda dengan cara mengajar
anak2 kecil tadi. Tapi ternyata hal itu tidak bisa terlaksana secara sempurna,
kerena semakin lama meraka pun bertambah sedikit, dari sekitar belasan remaja
yang hadir di awal, tapi lama-kelamaan hanya tinggal berjumlah tidak sampai
sepuluh orang, itu saja yang bertahan hanya remaja2 putri saja, “ehem
ehem..”, hehehehe..
Tapi hal tersebut mungkin sudah menjadi kebiasaan yang maklum
terjadi, bukan hanya para remaja yang semakin hari semakin tambah sedikit, tapi
jama’ah shalat Isya’ yang dilanjutkan dengan shalat Tarawikh atau jama’ah
Subuh-nya pun semakin hari semakin “maju” shaf-nya. Hanya saja
aku masih bersyukur karena walaupun jumlah mereka tambah sedikit tapi lantai
bawah masjid Al-Abrar tersebut masih selalu penuh. Hanya berkurang
lantai atas yang tadinya penuh juga, namun semakin lama semakin menjadi kosong.
Bukan hanya itu saja yang menjadi pengalaman menarik buatku. Salah
satunya adalah aku harus selalu siap untuk khutbah jum’at. Karena pernah pada
suatu hari jum’at. Aku datang ke masjid sekitar jam setengah 12 atau bahkan
sudah lebih dari itu. Aku masuk masjid, mengambil tempat duduk di shaf paling
depan, shalat tahiyatul masjid. “assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh..
assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh...”, aku salam untuk
mengakhiri shalat, dengan tengok kanan dan kiri. Tiba2 paha kananku terasa ada
yang menepuknya dari arah kananku, “mas ustadz..”, aku pun menghadapkan
wajahku ke arah suara yang ku dengar dari arah kananku tadi, ternyata pak
Parlin sang ketua ta’mir. Beliau melanjutkan perkataannya “tolong njanengan
yang khutbah nggeh? soalnya bapak Farhan (DPR) yang dijadwal untuk khutbah hari
ini tidak bisa hadir, beliau ada acara..”. Aku sempat terdiam sejenak, “ohh
nggeh pak..” tak lupa dengan memberikan senyumku yang paling manis. “waduh,
bener banget tadi firasatku,, kalo hari ini aku mau dapet kejutan baru untuk
khutbah jum’at secara mendadak gini, alhamdulillah udah bawa contekan kertas
khutbah, hehehe..”, begitu batinku. Lalu aku pun naik mimbar setelah diberi
aba2 sudah waktunya naik. Dan alhamdulillah semuanya berjalan dengan
lancar meski khutbah dadakan dan sudah dipastikan yang khutbah sekalian
jadi imamnya.
Keterkejutanku untuk hari itu tidak cukup hanya sampai disitu saja.
Setelah selesai shalat jum’at aku pun pulang ke villa(-ku) yang “megah”,
namun apa yang terjadi?? Memang pintu villa(-ku) yang “megah” ini sudah
tidak ada kuncinya, tapi beberapa hari kemarin pak Min sudah memasangkan gembok
“spesial” untuk menjaga keamanan barang2ku kalo pas aku tinggal, seperti
pergi ke masjid atau yang lain. Namun untuk hari ini mungkin hari yang kurang
beruntung bagiku, aku kembali dari mesjid setelah jum’atan, aku buka gembok
disana, tapi pintunya gak bisa terbuka,, wahh..bener2 perjuangan sekali
untuk membuka pintu tersebut, sampai berkeringat aku coba membukanya namun
hasilnya tetap nihil, sampai kira2 jam 13.15 aku masih berusaha untuk
membukanya sendiri. Tapi alhamdulillah ketika aku sedang “asyik”
dengan “permainan baru”-ku itu pak Min lewat, dan melihatku lalu
bertanya “pintunya kenapa mas?”, aku pun mbatin,
“alhamdulillah..pahlawan kesiangan udah nongol..”. dan aku pun menjelaskan
duduk perkaranya kepada beliau. Beliau lalu mulai memeriksa TKP, menanyakan alibi-ku
ketika itu, dan mencari barang bukti yang masih dapat ditemukan, tanpa adanya
saksi beliau dengan mudah mengetahui kalo ini adalah sebuah kasus “Kunci Pintu
yang Dahulu tidak Berfungsi, Tiba2 Keluar dan Mengganjal Pintu dari Dalam”, aku
bersorak ria karena bisa melihat seorang “Detektif Hebat” ini memecahkan
kasus yang cukup rumit, setelah aku sadar dari “kebahagiaanku” yang
sekejap itu, ternyata pak Min ini menghilang, ohh ternyata untuk mengambil
senjata pamungkas beliau (bukan dengan jam bius atau sepatu bertombol
pemberian Prof. Agasa loh, kayak di Detective Conan aja, hehehe..), tapi
hanya dengan membawa Tang, Obeng, Kawat, Paku atau sejenisnya untuk membuka
secara paksa pintu itu. Dan akhirnya.. TARRAAA!!! Terbukalah pintu tersebut
setelah pak Min tadi keluar-masuk, loncat jendela villa dan membukanya dari
dalam, superr sekali!!
Begitulah hari2 yang aku lalui di sana, penuh dengan kejutan, canda
tawa dengan anak2, penuh dengan hal2 yang membuatku tersenyum senidri ketika
aku mengingatnya, memutar kembali memory yang ku rekan selama hampir sebulan di
sana, penung dengan pengalaman dan kenangan baru buatku.
Sampai akhirnya, ketika hari dimana aku berpamitan, aku merasa
tidak kuasa untuk meninggalkan mereka, mereka pun ku kira merasakan hal yang
sama juga denganku, ditandai dengan menangisnya sebagian dari mereka.. terutama
ibu2, teman2 remaja, juga anak2 yang tidak mau ditinggal. “ahh..jangan
membuatku semakin berat untuk meninggalkan kalian, ‘Keluarga Baruku’.. suatu saat
kita akan bertemu lagi, insyaAllah.. ukhuwah ini tidak hanya berhenti sampai
disini, tapi kita akan selalu menjaganya, memupuknya dan menyambungnya..
terimakasih semuanya, untuk semua yang sudah kalian berikan padaku..” itulah
yang aku rasakan ketika menjelang perpisahan. Sore hari pamitan dengan teman2
remaja dan anak2 TPQ, malamnya berpamitan dengan jama’ah semuanya. Ahhh..rasany
sulit sekali untuk ku ungkapkan atau ku gambarkan
dengan kata2. Pokoknya seperti itu lah..
Mungkin ini baru sedikit cerita pengalaman yang mengesankan ketika
aku tinggal selama kurang lebih 26 hari pada bulan Ramadhan tahun 2012 yang
lalu. Bersama orang-orang yang baru ku kenal yang akhirnya mereka seperti
menjadi keluarga sendiri, bersama lingkungan baruku yang mengajarkanku untuk
lebih dewasa lagi, mengajarkanku arti sebuah individu dalam suatu kelompok
masyarakat. Inilah aku, ketika aku tidak hanya numpang nama anak dari orang tua
kita di rumah, karena disana aku merasakan bagaimana aku langsung berhubungan
dengan masyarakat dan diakui menjadi bagian yang penting dari mereka,
dibutuhkan dan membutuhkan. Dan pelajaran2 lain yang begitu banyak yang bisa ku
ambil darinya.
Aku ucapkan terimakasihku kepada kalian semua “Keluarga Baruku”,
yang benyak sekali mengajarkan begitu banyak kenangan indah untukku. Kepada pak
Min dan ibu yang memberikan pelayanan tiap hari untukku, mas Irvan yang juga
tidak kalah pelayanannya dari pak Min untukku, terimakasih. Kepada pak Parlin
beserta ibu, dan pak Yuswohadi beserta ibu selaku ketua dan wakil ketua ta’mir
Masjid Al-Abrar Kaliurang atas semua yang diberikan untukku, baik yang
berupa materi, kenang-kanangan dan terlebih lagi yang bukan materi yang bagiku
sangat berharga sekali, terimakasih. Kepada semua jam’ah Masjid Al-Abrar,
teman2 RISMA (remaja masjid), teman2 AISMA (anak2 islam masjid) Al-Abrar
Kaliurang yang tidak bisa ku sebut satu per satu, terimakasih untuk semuanya.
Semoga kita bisa dipertemukan kembali..
Akhirnya, aku cukupkan sampai disini dulu untuk sepenggal kisah
perjalanan hidupku ketika berada dalam jalan dakwah ini, khususnya ketika
mengikuti agenda besar setiap tahun yaitu “Muballigh Hijrah” di tahun
2012. Dan aku yakin, masih banyak lagi kisah2ku yang tidak kalah berkesannya di
masa yang akan datang.
Ini ceritaku, mana ceritamu???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar