Fuad Syarif Hidayatullah
Home » » Jalan Ini yang Ku Tempuh

Jalan Ini yang Ku Tempuh

Senin, 17 Februari 2014 | 0 komentar

Kisah ini berawal ketika aku baru saja menginjak jenjang pendidikanku semester 3 di sebuah lembaga pendidikan di Jogja yang bagi sebagian orang masih asing ketika mendengar nama lembaga pendidikanku ini, namum ketika disebut di depan orang yang sudah tau justru aku sendiri yang, yaahhh...mungkin bisa dibilang kalo aku merasa seperti terbebani dengan lembaga ini, emmm...karena aku merasa belum pantas jika disebut sebagai orang yang memiliki kredibelitas tinggi.


Ketika itu, aku baru saja melewati liburan panjang semester genap dan aku kembali ke Jogja untuk bertamu dengan teman2ku disini. Dalam waktu yang tidak lama lagi aku dan teman2ku akan mengikuti sebuah agenda besar yang rutin diadakan pada setiap bulan Ramadhan, yaitu “Muballigh Hijrah”, sebuah acara yang akan diikuti sebanyak kurang lebih 350-an muballigh dan muballighah, atau da’i dan da’iyah dari berbagai Perguruan Tinggi di Jogja dan akan diterjunkan di berbagai tempat, atau daerah di sekitar DIY dan sekitarnya (luar DIY) untuk berdakwah secara langsung kepada masyarakat, yang sebelumnya para muballigh dan muballighah, atau da’i dan da’iyah tersebut diterjunkan, disana ada acara pembukan dan pembekalan singkat selama kurang lebih 3 hari. Kita semua berkumpul untuk mendapatkan berbagai arahan dari para da’i-da’i senior kita dan saling bertukar pengalaman dengan teman2 yang lain yang hubungannya dengan dakwah.

Pada hari yang telah ditentukan sebagai hari dimana aku dan teman2 akan ditempatkan di wilayah dakwah kami, kita semua merasakan perasaan yang berbeda2, membayangkan apa yang kan terjadi disana ketika kita mengahadapi masyarakat yang heterogen, ada yang mungkin sependapat dengan kita, dan yang lebih sulit lagi ketika menghadapi masyarakat yang berbeda paham, atau bahkan berbeda keyakinan dengan kita, karena dari pengalaman para senior kemarin ketika pembekalan, nantinya sebagian da’i-da’i yang ikut dalam acara ini akan berhadapan dengan orang-orang di luar Islam (misionaris) yang mereka juga memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mengajak kepada agama mereka (memurtadkan umat Islam), yang tentunya bekal yang dipersiapkan untuk menghadapi mereka harus jauh lebih matang. Ini adalah beberapa hal yang membuat kami berpikir “apa kami bisa untuk menghadapi ujian dan cobaan ini..??”, namun kami hanya berharap dan berdo’a semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk kita dalam mengadapinya.

Akhirnya, setelah beberapa menit menunggu jemputan bersama teman2 yang lain, datanglah mobil yang akan membawaku ke tempat dimana aku akan menghabiskan bulan Ramadhan tahun ini bersama orang-orang yang baru ku kenal, bersama lingkungan baruku, dan tentu dengan pengalaman baru yang akan aku dapat  dari sana.

Setelah aku dan teman2 saling berjabat tangan sebagai tanda kami akan berpisah dalam waktu yang cukup lama, dengan diiringi do’a untuk kita semua, akhirnya aku dan teman2 pun berpisah.

Sepanjang perjalanan di dalam mobil aku masih saja membayangkan separti apa hari2 ke depan bersama lingkungan baruku nanti. Sampai akhirnya, ketika hari mulai senja, mobil yang ku tumpangi ini berhenti di depan sebuah masjid yang sepertinya sudah tak asing lagi bagiku karena aku memang pernah mampir ke sini sebelumnya, masjid yang lumayan bagus, besar dengan dua lantai. Masjid yang ternyata tidak jauh dari sebuah tempat wisata, “Masjid Al-Abrar” namanya. Yahh..memang aku ini ditempatkan di daerah wisata alam kaliurang. Mungkin hanya sakitar 100 m dari tempat parkir “Wisata Alam Kaliurang”, dengan udara yang masih sejuk, bahkan lebih tepatnya udara yang sangat dingin bagiku.

Akhirnya aku pun bertemu dengan orang-orang yang sedang membersihkan masjid karena memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat disitu mungkin ketika menjeang hari awal Ramadhan beberapa orang diantara meraka mulai memperbaiki dan membersihkan masjid yang nantinya akan ramai, paling tidak yahh..ramai ketika shalat tarawikh dan menjelang buka.

Kesan pertama yang aku dapat ketika bertemu dengan orang-orang tersebut adalah mereka sangat ramah dengan mempersilahkan aku duduk sejenak, lalu mereka meninggalkan pekarjaan bersih2 mereka untuk menyiapkan tempat yang akan menjadi ruang pribadiku dengan mengatakan “maaf mas, saya nda tau kalo mase dateng hari ini, soalnya taun kemaren datengnya pas hari pertama puasa, jadi tempatnya belum disiapkan, biar saya siapkan dulu, njenengan nunggu disini nggeh..ngapunten ee mas...”, dengan logat khas jawa Jogja yang kental dan wajah tersenyum ramah. “oh, nggeh pak, mboten nopo2..” kataku sambil jalan mengikuti beliau menuju sebuah rumah yang lumayan besar yang tidak jauh dari masjid tersebut. Kalo aku liat ini memang bukan sekedar rumah biasa, tapi ini seperti semacam villa atau wisma penginapan yang memang banyak sekali kita temukan ketika kita melewati sepanjang jalan menuju Kaliurang.

Namun yang membuatku kaget adalah ketika memasuki villa tersebut yang ternyata sangat kotor dan penuh dengan berbagai macam barang2 yang sudah tidak lagi terpakai, semua ruangan di dalamnya penuh dengan barang2 tersebut, dan hanya ada satu kamar yang di sana ada sebuah ranjang, meja dan kursi yang sudah tertutupi oleh debu karena memang kamar ini hanya dihuni setahun sekali ketika bulan Ramadhan oleh orang yang diutus seperti aku saat ini. Di villa itu hanya ada satu jalan sempit setapak yang menghubungkan kamarku nantinya dengan pintu paling depan. “hufft..” sempat aku berfikiran “apa seperti ini tempat yang akan aku gunakan untuk menginap selama hampir sebulan ini??”. Ditambah lagi ternyata pintu2 disana tidak ada kuncinya, bahkan ketika ditutup pun jika terkena angin yang lumayan kenceng pintunya terbuka dengan sendrinya.

“maaf mas, biar saya sapu dulu kamarnya. Sekalian saya pasang sepreinya..” kata bapak tersebut yang ternyata setelah ku tau namanya adalah pak Min, beliau adalah orang yang diberi tugas untuk menjaga dan mengurusi villa tersebut oleh majikannya. Karena memang villa yang dimiliki majikannya tersebut tidak hanya “bekas” villa yang akan aku tempati tersebut, tapi masih ada 3 villa lain disekitarnya yang lumayan besar. Beliau juga orang yang tinggal paling dekat dari masjid untuk menjadi muadzin sekaligus imam.

Lalu aku pun menunggu di luar villa sambil melihat2 sekitar tempat tersebut. Villa yang cukup besar dan pemandangan indah di daerah wisata dengan udara yang dingin di senja hari. Sampai aku kembali untuk melihat kamarku ternyata tinggal sedikit lagi bapak tersebut menyiapkannya.

“monggo mas, kamarnya sudah saya bersihkan, maaf adanya cuma seperti ini saja..”, kata beliau sambil mengangkat koper besarku sedangkan aku membawa tas punggung yang hanya berisi baju. “oh iya gak papa pak, biar saya saja yang bawa kopernya..”, sambil meminta koper dari bapak itu untuk ku bawa sendiri.

Setelah aku meletakan barang2 yang ku bawa di dalam kamar(-ku), lalu aku pun keluar masih dengan bapak tersebut dan beberapa orang yang tadi sedang bersih2 masjid. Lalu kami pun ngobrol didepan villa tersebut dengan obrolan2 ringan, seperti menanyakan nama, alamat asal, kuliah sampai pertanyaan2 yang tidak pernah ku sangka2 seperti “sudah nikah atau belum mas?”, tanya seorang bapak yang lain yang aku belum tau namanya. Aku bahkan sempat kaget dibuatnya, “emangnya aku udah keliatan kaya orang yang sudah beristri?” begitu pikirku.

Namun setelah mereka tau kalo aku belum beristri, salah satu dari bapak2 tersebut sempat mengeluarkan kata2 “wah, kalo gitu biar besok dapet orang sini aja mas, dulu juga ada yang kaya njenengan terus berlanjut sampe dapet orang sini..”, begitu kata beliau, entah itu sebagai penawaran atau apa,, aku sendiri kurang tau dan belum pengen tau. Dan aku pun hanya tersenyum saja mendengarnya. Sampai beberapa menit kami ngobrol ringan ternyata hari pun sudah mulai petang. Akhirnya bapak2 tersebut barpamitan untuk kembali ke rumah meraka masing2, sedang aku sendiri memasuki sebuah villa yang masih terasa sangat asing bagiku, sebuah villa kosong yang hanya dihuni setahun sekali ini, sempat terbayang perkataan pak Min tadi “ini cuma dipake kalo pas bulan Ramadhan kaya sekarang ini mas jadi berantakan gak terurus kaya gini,, yang make juga kaya njenengan yang mesti berani tinggal ditempat kaya gini..”. sambil tersenyum ku jawab dalam hati “wahh, emangnya ini acara ‘Dunia Lain’ yang ngetes mental???”  begitu pikirku.

Akhirnya aku pun shalat Maghrib di masjid tersebut seprti biasa, tidak ada yang istimewa menurutku, hanya seperti biasa, sebagian jama’ah mulai menyapa dan bertanya tentang aku, dan mereka juga sepertinya tau kalo aku ini yang nantinya kan menemani mereka selama hampir sebulan ini. Meskipun malam itu adalah partama bulan Ramadhan, tapi karena ini adalah jama’ah shalat maghib jadi jama’ahnya pun tidak terlalu banyak. Kami pun ngobrol ringan dengan beberapa orang di masjid, salah satunya adalah dengan bapak ketua ta’mir masjid yang bernama pak Parlin sampai menjelang shalat Isya’, dan orang-orang pun mulai berdatangan sampai masjid Al-Abrar terlihat penuh, meskipun mesjid tersebut ada lantai duanya, namun tetap saja para jama’ah sampai menggelar tikar di luar masjid. Subhanallah...inilah jama’ahku, memang seperti itulah kebanyakan masjid kalo awal2 bulan Ramadhan, 10 hari pertama masih babak penyisihan, belum masuk babak semifinal di 10 hari kedua yang mulai berkurang, atau bahkan pada 10 hari terakhir di babak final.

Terlihat sekali di wajah para jama’ah tersebut mulai penasaran ketika melihat aku sebagai orang baru diantara meraka. Hingga shalat Isya’ pun berjalan seperti biasa. Setelah shalat Isya selesai, sebelum melaksanakan shalat Tarawikh, naiklah bapak ketua ta’mir masjid tersebut ke atas mimbar untuk memberi sambutan awal bulan Ramadhan dan mengenalkanku secara singkat kepada para jama’ah, tapi karena beliau hanya baru tau namaku dan menyampaikan bahwa aku yang akan tinggal dan menemai para jama’ah selama hampir sebulan ini, maka beliau pun memintaku untuk naik ke atas mimbar untuk bisa memperkenalkan diri secara langsung kepada mereka. Semuanya “SUBHANALLAH....”, itu yang terucap di bibirku ketika aku menyaksikan mereka. Aku bersyukur dipertemukan dengan orang-seperti mereka yang di awal perjumpaan denganku saja mereka sepertinya  akan mudah menerima dengan apa yang akan ku sampaikan nantinya, Alhamdulillah....

Lalu setelah acara sambutan oleh ketua ta’mir dan perkenalanku dengan meraka, kami pun melaksanakan shalat Tarawikh bersama dengan khidmah. Setelah selesai shalat Tarawikh pertama pada malam itu, aku pun duduk2 di masjid bersama  jama’ah disana yang kebanyakan dari mereka adalah bapak2 sampai sekitar jam setengah sepuluh, lalu ada seorang bapak yang bertanya “mas, njenengan belum makan nggeh?”, ternyata aku sendiri pun lupa kalo aku belum makan malam, baru setelah bapak itu bertanya seperti itu aku baru merasakan kalo aku lapaarr.. tapi aku hanya menjawabnya dengan senyum saja meraka sudah tau. Alhamdulillah...

Lalu aku pun diajak ke sebuah rumah makan, emmm...tapi kayaknya lebih tepat disebut warung makan aja deh biar gak terlalu “wahh”, dan aku dipesankan satu porsi nasi goreng spesial untuk makanku yang pertama disini, lumyan enak. Alhamdulillah...

Kemudian setelah makan, aku diantar pulang ke villa “megah” yang tadi sore sudah disiapkan untukku, dan aku pun ditinggalkan di depan villa tersebut. Tak lupa aku mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak yang tadi mengajakku makan di luar dengan menu masakan yang spesial.

Malam itu aku lewati sendiri dengan rasa yang kurang nyaman, meski aku berada dalam sebuah villa “megah” tersebut, bukan karena aku takut atau apa, tapi karena aku memang seperti itu ketika baru menempati sebuah tempat baru. Akhirnya pada sekitar jam 1 malam aku ke masjid, “mungkin aku bisa lebih tenang ketika berada disana..” begitu pikirku. Aku di masjid sampai skitar jam 3 pagi lalu aku kembali ke villa(-ku) itu, tak terasa aku pun ketiduran sampai aku terbangun ketika ada suara yang membangunkan tidurku, suara yang ku dengar itu berasal dari luar villa yang lama-kelamaan suara itu semakin dekat dengan ku, dan mendekat ke arah pintu. “ahh, ternyata sudah waktunya untuk sahur..”. Yahh..karena mas Irvan (orang yang juga sebagai penjaga villa tersebut) itu tadi yang membangunkanku dari luar untuk sahur di rumah majikannya yang tidak terlalu jauh dari villa yang tu tempati. Ku lihat jam di pergelangan tanganku sudah menunjukan pukul setengah 4 pagi, “hmmm..ternyata malam ini aku cuma tidur setengah jam tok”. Kemudian aku keluar dan tanpa instruksi terlebih dahulu udara yang sangat dingin di pagi itu memelukku sampai terasa tulangku hampir tidak bisa digerakkan. “yaa Allah, dingin sekali..”. mas Irvan juga sepertinya tau kalo aku sedang kedinginan hebat, dan beliau berkata “disini emang dingin mas, apa lagi kalo musim2 bulan Ramdhan seperti ini tambah dingin lagi..”. sambil berjalan dibawah lampu2 jalan yang masih tertutup kabut tebal akhirnya aku sampai juga di rumah majikannya yang bernama pak Farhan, beliau seorang anggota DPR Sleman waktu itu dan sekarang katanya sudah naik ke tingkat DIY, lalu aku masuk dan langsung dibuatkan teh manis hangat untuk sedikit menghangatkan tubuhku yang kedinginan. Sahur ini ku lewati dengan sekitar 7 orang yang semuanya adalah orang2 yang membantu pak Farhan mengurusi villanya disekitar wisata Kaliurang.

Setelah itu aku kembali ke villa(-ku) untuk persiapan shalat Subuh, kemudian adzan berkumandang, kami shalat subuh bersama. Dan seperti yang aku kira, aku langsung disuruh untuk naik ke mimbar memberikan kultum atau tausiyah, Alhamdulillah..semua berjalan dengan lancar tanpa ada suatu halangan.

Hari pertama pagi ini aku awali dengan jalan2 pagi bersama anak2 yang sudah mulai sok akrab denganku. Yahh..itung2 biar tau kondisi lingkungan setempat, tau orang2nya seperti apa, ketika bertemu dengan orang2 sekitar situ juga aku tidak lupa untuk menyapa mereka. Itulah setidaknya yang aku lakukan untuk bisa mengetahui kondisi masyarakat sekitar. Kemudian di hari berikutnya aku diajak ke rumah bapak Parlin (ketua ta’mir), sambil bertanya2 tentang kondisi masyarakat lebih jauh, dan aku juga mendapatkan ilmu baru yang belum pernah ku dapatkan, yaitu ilmu tentang lebah. Karena beliau adalah peternak lebah sekaligus penjual madu. Sampai aku diajak untuk mencoba untuk therapi sengat lebah namun aku tidak berani, hehehe.. dari setalah shalat subuh sampai sekitar jam 7 aku di rumah beliau, dan aku pulang dengan membawa sebotol madu pemberian dari beliau. Alhamdulillah...

Hari2 selanjutnya berjalan seperti biasa, malam kultum Tarawikh sekalian imam shalat, pagi kultum Subuh juga sekalian imam. Meskipun sudah ada jadwalnya yang ditempel dan diumumkan tapi bapak2 disana walaupun hadir pun mereka menyuruhku untuk maju menggantikan mereka kultum. Jadi siap tidak siap memang harus siap ketika disuruh maju untuk kultum, oleh karenanya tiap saat aku membawa potongan atau sobekan kertas kecil, paling tidak untuk mengingatkanku materi yang akan disampaikan.

Selain itu juga, tiap sore mengajar anak2 TPQ belajar mengaji membantu mba2 yang sudah biasanya mengajar TPQ disana, meski acaranya bukan hanya mengaji terus, tapi dijadwal tiap hari acaranya berbeda. Ada yang acara mengaji, cerita/kisah, bikin kerajinan, jalan2, outbond -de el el-. Anak2nya pun menyanangkan meski juga tetap ada yang nakal, hehehe..

Sampai pada suatu hari aku dipanggil oleh bapak ketua ta’mir dan diminta untuk mengajari remaja2 saja, biar anak2 sudah ada mba2 tadi yang ngajar mereka ngaji. Aku pun menurut saja, kemudian pak Parlin sang ketua ta’mir masjid tadi memanggil remaja2 dan beliau mengumpulkan meraka untuk dinasihati barang sebentar lalu beliau mengatakan yang kurang lebih sebagai berikut, “dari pada tidak ada kerjaan , mending mulai hari ini dan seterusnya kalian akan didampingi oleh mas ustadz ini mengaji atau apa saja yang bermanfaat.. jangan mau kalah sama ade2 kalian yang kecil2 itu, mereka saja semangat ngaji masa kalian tidak..”, selanjutnya beliau langsung menyerahkan mereka padaku.

Mulai hari itu pun aku yang mendampingi remaja2 masjid tersebut, baik itu acaranya mengaji atau yang lain biar meraka gak bosen karena mereka anak2 yang sudah menginjak bangku SMP-SMA, tentu berbeda dengan cara mengajar anak2 kecil tadi. Tapi ternyata hal itu tidak bisa terlaksana secara sempurna, kerena semakin lama meraka pun bertambah sedikit, dari sekitar belasan remaja yang hadir di awal, tapi lama-kelamaan hanya tinggal berjumlah tidak sampai sepuluh orang, itu saja yang bertahan hanya remaja2 putri saja, “ehem ehem..”, hehehehe..

Tapi hal tersebut mungkin sudah menjadi kebiasaan yang maklum terjadi, bukan hanya para remaja yang semakin hari semakin tambah sedikit, tapi jama’ah shalat Isya’ yang dilanjutkan dengan shalat Tarawikh atau jama’ah Subuh-nya pun semakin hari semakin “maju” shaf-nya. Hanya saja aku masih bersyukur karena walaupun jumlah mereka tambah sedikit tapi lantai bawah masjid Al-Abrar tersebut masih selalu penuh. Hanya berkurang lantai atas yang tadinya penuh juga, namun semakin lama semakin menjadi kosong.

Bukan hanya itu saja yang menjadi pengalaman menarik buatku. Salah satunya adalah aku harus selalu siap untuk khutbah jum’at. Karena pernah pada suatu hari jum’at. Aku datang ke masjid sekitar jam setengah 12 atau bahkan sudah lebih dari itu. Aku masuk masjid, mengambil tempat duduk di shaf paling depan, shalat tahiyatul masjid. “assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.. assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh...”, aku salam untuk mengakhiri shalat, dengan tengok kanan dan kiri. Tiba2 paha kananku terasa ada yang menepuknya dari arah kananku, “mas ustadz..”, aku pun menghadapkan wajahku ke arah suara yang ku dengar dari arah kananku tadi, ternyata pak Parlin sang ketua ta’mir. Beliau melanjutkan perkataannya “tolong njanengan yang khutbah nggeh? soalnya bapak Farhan (DPR) yang dijadwal untuk khutbah hari ini tidak bisa hadir, beliau ada acara..”. Aku sempat terdiam sejenak, “ohh nggeh pak..” tak lupa dengan memberikan senyumku yang paling manis. “waduh, bener banget tadi firasatku,, kalo hari ini aku mau dapet kejutan baru untuk khutbah jum’at secara mendadak gini, alhamdulillah udah bawa contekan kertas khutbah, hehehe..”, begitu batinku. Lalu aku pun naik mimbar setelah diberi aba2 sudah waktunya naik. Dan alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar meski khutbah dadakan dan sudah dipastikan yang khutbah sekalian jadi imamnya.

Keterkejutanku untuk hari itu tidak cukup hanya sampai disitu saja. Setelah selesai shalat jum’at aku pun pulang ke villa(-ku) yang “megah”, namun apa yang terjadi?? Memang pintu villa(-ku) yang “megah” ini sudah tidak ada kuncinya, tapi beberapa hari kemarin pak Min sudah memasangkan gembok “spesial” untuk menjaga keamanan barang2ku kalo pas aku tinggal, seperti pergi ke masjid atau yang lain. Namun untuk hari ini mungkin hari yang kurang beruntung bagiku, aku kembali dari mesjid setelah jum’atan, aku buka gembok disana, tapi pintunya gak bisa terbuka,, wahh..bener2 perjuangan sekali untuk membuka pintu tersebut, sampai berkeringat aku coba membukanya namun hasilnya tetap nihil, sampai kira2 jam 13.15 aku masih berusaha untuk membukanya sendiri. Tapi alhamdulillah ketika aku sedang “asyik” dengan “permainan baru”-ku itu pak Min lewat, dan melihatku lalu bertanya “pintunya kenapa mas?”, aku pun mbatin, “alhamdulillah..pahlawan kesiangan udah nongol..”. dan aku pun menjelaskan duduk perkaranya kepada beliau. Beliau lalu mulai memeriksa TKP, menanyakan alibi-ku ketika itu, dan mencari barang bukti yang masih dapat ditemukan, tanpa adanya saksi beliau dengan mudah mengetahui kalo ini adalah sebuah kasus “Kunci Pintu yang Dahulu tidak Berfungsi, Tiba2 Keluar dan Mengganjal Pintu dari Dalam”, aku bersorak ria karena bisa melihat seorang “Detektif Hebat” ini memecahkan kasus yang cukup rumit, setelah aku sadar dari “kebahagiaanku” yang sekejap itu, ternyata pak Min ini menghilang, ohh ternyata untuk mengambil senjata pamungkas beliau (bukan dengan jam bius atau sepatu bertombol pemberian Prof. Agasa loh, kayak di Detective Conan aja, hehehe..), tapi hanya dengan membawa Tang, Obeng, Kawat, Paku atau sejenisnya untuk membuka secara paksa pintu itu. Dan akhirnya.. TARRAAA!!! Terbukalah pintu tersebut setelah pak Min tadi keluar-masuk, loncat jendela villa dan membukanya dari dalam, superr sekali!!

Begitulah hari2 yang aku lalui di sana, penuh dengan kejutan, canda tawa dengan anak2, penuh dengan hal2 yang membuatku tersenyum senidri ketika aku mengingatnya, memutar kembali memory yang ku rekan selama hampir sebulan di sana, penung dengan pengalaman dan kenangan baru buatku.

Sampai akhirnya, ketika hari dimana aku berpamitan, aku merasa tidak kuasa untuk meninggalkan mereka, mereka pun ku kira merasakan hal yang sama juga denganku, ditandai dengan menangisnya sebagian dari mereka.. terutama ibu2, teman2 remaja, juga anak2 yang tidak mau ditinggal. “ahh..jangan membuatku semakin berat untuk meninggalkan kalian, ‘Keluarga Baruku’.. suatu saat kita akan bertemu lagi, insyaAllah.. ukhuwah ini tidak hanya berhenti sampai disini, tapi kita akan selalu menjaganya, memupuknya dan menyambungnya.. terimakasih semuanya, untuk semua yang sudah kalian berikan padaku..” itulah yang aku rasakan ketika menjelang perpisahan. Sore hari pamitan dengan teman2 remaja dan anak2 TPQ, malamnya berpamitan dengan jama’ah semuanya. Ahhh..rasany sulit sekali untuk  ku ungkapkan atau ku gambarkan dengan kata2. Pokoknya seperti itu lah..

Mungkin ini baru sedikit cerita pengalaman yang mengesankan ketika aku tinggal selama kurang lebih 26 hari pada bulan Ramadhan tahun 2012 yang lalu. Bersama orang-orang yang baru ku kenal yang akhirnya mereka seperti menjadi keluarga sendiri, bersama lingkungan baruku yang mengajarkanku untuk lebih dewasa lagi, mengajarkanku arti sebuah individu dalam suatu kelompok masyarakat. Inilah aku, ketika aku tidak hanya numpang nama anak dari orang tua kita di rumah, karena disana aku merasakan bagaimana aku langsung berhubungan dengan masyarakat dan diakui menjadi bagian yang penting dari mereka, dibutuhkan dan membutuhkan. Dan pelajaran2 lain yang begitu banyak yang bisa ku ambil darinya.

Aku ucapkan terimakasihku kepada kalian semua “Keluarga Baruku”, yang benyak sekali mengajarkan begitu banyak kenangan indah untukku. Kepada pak Min dan ibu yang memberikan pelayanan tiap hari untukku, mas Irvan yang juga tidak kalah pelayanannya dari pak Min untukku, terimakasih. Kepada pak Parlin beserta ibu, dan pak Yuswohadi beserta ibu selaku ketua dan wakil ketua ta’mir Masjid Al-Abrar Kaliurang atas semua yang diberikan untukku, baik yang berupa materi, kenang-kanangan dan terlebih lagi yang bukan materi yang bagiku sangat berharga sekali, terimakasih. Kepada semua jam’ah Masjid Al-Abrar, teman2 RISMA (remaja masjid), teman2 AISMA (anak2 islam masjid) Al-Abrar Kaliurang yang tidak bisa ku sebut satu per satu, terimakasih untuk semuanya. Semoga kita bisa dipertemukan kembali..

Akhirnya, aku cukupkan sampai disini dulu untuk sepenggal kisah perjalanan hidupku ketika berada dalam jalan dakwah ini, khususnya ketika mengikuti agenda besar setiap tahun yaitu “Muballigh Hijrah” di tahun 2012. Dan aku yakin, masih banyak lagi kisah2ku yang tidak kalah berkesannya di masa yang akan datang.

Ini ceritaku, mana ceritamu???
Share this article :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Cahaya diatas Cahaya - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger